Powered By Blogger

Selasa, 18 Juni 2013

BATUK? kapan harus ke Dokter?

Perubahan cuaca adalah saatnya berbagai macam penyakit mulai bermunculan. Mulai dari penyakit ringan seperti batuk pilek sampai dengan penyakit berat seperti demam berdarah. Memang batuk termasuk penyakit yang remeh dan dengan mudah dapat diobati hanya dengan obat obatan yang dijual di warung. Tetapi tidak sedikit pula batuk yang memerlukan penanganan khusus dan dapat mengarah ke penyakit berbahaya.
Berikut beberapa hal yang harus anda perhatikan bila anda menderita batuk : Batuk yang disertai demam. Batuk yang disertai sesak nafas. Batuk berlangsung lebih dari 4 minggu. Batuk yang disertai dengan nafas berbunyi. Batuk yang kambuh kambuhan. Bila anda mengalami salah satu gejala diatas, segeralah ke dokter untuk mendapatkan pengobatan yang pas.

HERNIA

Hernia merupakan penyakit yang terjadi akibat keluarnya usus dari rongga perut. Hernia bisa terjadi pada laki laki maupun perempuan dan tidak mengenal batasan usia mulai dari anak anak sampai kakek nenek. Lokasi hernia yang paling sering adalah pada bagian bawah perut. Pada laki laki yang paling sering adalah hernia inguinalis sedangkan pada perempuan adalah hernia femoralis. Gejala hernia pada laki laki dapat dengan mudah dideteksi yakni terjadinya pembesaran salah satu kantong zakar atau scrotum. Sedangkan pada perempuan agak lebih sulit dan perlu pemeriksaan khusus dari seorang dokter. Pengobatan hernia biasanya dengan melakukan operasi penutupan kantong hernia. Setelah ditutup bukan berarti anda akan terbebas dari hernia selamanya karena hernia bisa kambuh lagi jika pencetus hernia tidak dapat dihindari. Lalu, apa sih pencetus hernia itu? Berikut beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya hernia, Sering susah buang air besar sehingga membuat seseorang sering mengedan saat buang air besar. Menderita batuk khronis. Menderita cystic fibrosis. Menderita pembesaran prostat sehingga mengalami kesulitan saat buang air kecil. Terlalu gemuk. Sering mengangkat benda berat. Kelainan bawaan yaitu terhambatnya penurunan testis ke dalam kantong zakar atau scrotum. Bagaimana dengan anda? Sering mengalami hal hal diatas? Segeralah berusaha untuk menghindarinya agar tidak terkena hernia.

Senin, 17 Juni 2013

ASUHAN KEPERAWATAN DIARE (GASTROENTERITIS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare adalah kehilangan cairan dan ekolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih BAB dengan tinja yang encer atau cair. Diare dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, selain penyebab lain seperti malabsorbsi. Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada system gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal dengan “penyakit diare” karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangan. Penyakit diare terutam pada bayi perlu mendapatkan tindakan secepatnya karena dapat membawa bencana bila terlambat. Walaupun penyakit diare tidak semua menular misalnya karena faktor malabsorbsi, tetapi perlu perawatan di kamar yang terpisah dengan perlengkapan cuci tangan untuk mencegah infeksi serta tempat pakaian kotor tersendiri. Masalah pasien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadi gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan mengenai penyakit. Penyakit diare dapat menyerang siapa saja mulai dari anak, dewasa maupun orang tua (lansia) dan penyakit diare ini biasanyakebanyakan disebabakan oleh infeksi. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk menerapkan asuhan keperawatan diare pada pasien S. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk dapat memperoleh gambaran nyata atau informasi tentang asuhan keperawatan pada pasien diare. 2. Tujuan Khusus Agar mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, membuat diagnosa keperawatan, menyusun rencana keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi keperawatan pada pasien diare. C. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini ditulis dengan metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data, wawancara dan pemeriksaan fisik. BAB II PEMBAHASAN A. Dasar Teori 1. Pengertian Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih BAB dengan bentuk tinja yang encer atau cair. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak atau berlangsung singkat dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. 2. Etiologi a. Infeksi (virus, bakteri dan parasit) b. Non Infeksi · Alergi makanan : susu, protein · Gangguan metabolic atau mal-absorbsi · Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan · Penyakit gangguan endokrin · Emosional atau stress · Menurunnya daya tahan tubuh · Kekurangan gizi · Obat-obatan : antibiotika 3. Patofisisologi · Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan. · Cairan sodium, potassium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekrtraseluler ke dalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi dan dapat terjadi asidosis metabolic. · Transportasi aktif akibat rangsangan taksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit. · Peradangan akan terjadi penurunan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan elektrolit serta bahan-bahan makanan. Menurunnya pemasukan atau hilangnya cairan akibat : - Muntah - Demam -Diare -Hiperventilasi Cairan ekstraseluler Hilang dengan cepat Ketidakseimbangan elektrolit Hilangnya cairan dalam intraseluler Disfungsi selulere Syok hipovolemik Kematian 4. Tanda dan Gejala § Naunesa § Muntah § Nyeri perut § Demam § Diare § Haus § Lidah kering § Tulang pipi menonjol § Anoreksia § Lemah § Turgor kulit menurun § Seara menjadi serak § Frekuensi nafas cepat § Tekanan darah menurun § Gelisah § Pucat § Ekstrimitas dingin § Siagnosis § Anuria Derajat Dehidrasi 1. Dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut ini Latergi atau tidak sabar Mata cekung Tidak bisa minim atau malas minum Cubitan kulit perut kembalinya sangat lambat 2. Dehidrasi dingin § Gelisah, mudah marah § Mata cekung § Haus, banyak minum § Cubitan kerut kembalinya sangat lambat 3. Tanpa Dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat atau ringan/ sedang Pemeriksaan Diagnostic § pemeriksaan darah tepi lengkap § pemeriksaan AGD, elektrolit, ureum, kreatinin dan berat jenis plasma § pemeriksaan urine lengkap § pemeriksaan tinja, PH, leukosit, glukosa dan adanya darah § pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik § riwayat alergi pada obat-obatan dan makanan Penatalaksanaan a. Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan 4 hal penting yang perlu diperhatikan 1) Jenis cairan § Oral : pedialyte atau oralit § Parental : NaCl, isotonic, infus 2) Jumlah cairan Jumalh cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang dikeluarkan 3) Jalan masuk atau cara pemberiaan Oral atau parental 4) Jadwal pemberian cairan Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan b. Identifikasi penyebab diare c. Terapi simtematik Obat anti diare, obat anti motilitas dan sekresi usus, antiemetik d. Terapi definitive Sebagai langkah pencegahan seperti hygiene peroranan, sanitasi lingkungan B. TINJAUAN KASUS 1. Pengkajian § Nama pasien : S § Umur : 65 tahun § Jenis kelamin : Perempuan § Agama : Islam § Suku bansa : Jawa/ Indonesia § Alamat : Sawalan § Tgl masuk : - § Pekerjaan : Tidak bekerja § Keluhan utama : Pada saat pengkajian ps mengeluh / mengatakan badannya lemas dan diare § Riwayat kesehatan sekarang: Ps mengatakan diare tanggal 3 Februari 2006 setelah makan seiang. Ps mengatakan makan sesuai menu seperti biasa. Ps mengatakan belakangan ini di kamarnya banyak terdapat lalat. Ps BAB lebih dari 5 kali dengan kensistensi encer. Ps tidak menatakan kondisinya kepada keluarganya, akhirnya sore tanggal 3 Februari 2006 Ps diberikan perawatan khusus § Riwayat kesehatan dahulu : Ps menatakan dulu pernah diare tapi hanya 2 hari setelah minum obat anti diare Ps langsung sembuh. Ps pernah masuk rumah sakit karena kecelakaan. § Riwayat kesehatan : Didalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit menular. § Genogram : Keterangan : : Laki-laki : Perempuan : Pasien 2. Pola Kebiasaan a. Pola Nutrisi § Sebelum sakit ps mengatakan biasa makan 3x sehari dengan menu pagi bubur, satu gelas kopi dan kue. Siang dan malam nasi, lauk, sayur dan kadang buah, makan habis satu porsi tiap makan. Minum 6-7 gelas/ hari § Saat sakit pasien mengatakan selalu lapar tapi nafsu makan berkurang. Ps hanya makan setengah porsi dari biasanya, minum 6-7 gelas/ hari. b. Pola Tidur/ Istirahat § Sebelum sakit pasien mengatakan biasa tidur dari pukul 22.00 sampai 05.00. ps terbiasa tidur siang selama 2 jam § Saat sakit ps mengatakan tidur sering terjaga karena merasa kurang nyaman dengan keadaannya. Ps mengatakan mulai dapat tidur pukul 20.00 sampai04.00 ps sering terbangun dimalam hari. c. Pola Aktifitas § Sebelum sakit dan saat sakit pasien mengatakan aktifitasnya tidak begitu terganggu. Ps masih bisa memenuhi kebutuhannya secara mandiri seperti mandi, makan, hanya pada saat sakit ps mengatakan kebanyakan istirahat. d. Pola Eliminasi § Sebelum sakit ps mengatakan biasa BAB satu kali sehari dengan konsistensi feses lembek, warna kuning. BAK 4-5 kali sehari dengan warna kuning, bau pesing § Saat sakit pasien mengatakan diare dengan konsistensi encer, bau, warna kakuningan. Lendir tidak ada, darah tidak ada Ps mengatakan BAB kurang lebih sudah 5 kali sehari. BAK tidak mengalami perubahan 4-5 kali sehari. e. Pola Koping § sebelum sakit ps mengatakan tidak pernah menceritakan masalahnya dengan orang lain, ps berusaha mengatasi sendiri tanpa bantuan orang lain § saat sakit ps menatakan selalu menceritakan masalahnya dengan orang lain (keluarga). Dalam mengatasi masalahnya ps meminta bantuan keluarga f. Pola kognitif Ingatan pasien menurun. Bila ditanya sesuatu pasien berusaha keras mengingatnya kembali g. Konsep diri Sebelum sakit ps selalu tampak ceria, dapat memenuhi kebutuhannya dengan mandiri seperti mandi, makan, pasien banyak bicara (cerewet) tapi pada saat sakit pasien lebih banyak diam, mengurung diri di kamar. Ps mengetakan tidak percaya diri, merasa tidak berguna dengan kondisi seperti ini. h. Pola reproduksi Pasien mengatakan empat orang anak, dua perempuan dan dua laki-laki. Ps mengatakan tidak menstruasi lagi (menopause) ps sudah memiliki 5 orang cucu. i. Hubungan dengan masyrakat Hubungan ps dengan masyarakat baik. j. Pola kepercayaan (spiritual) Pasien beragama Hindu dan bisa biasa sembahyang setiap hari pada pagi hari. Saat sakit pasien hanya berdoa di tempat tidur 3. Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum § Kesadaran : Compos mentis § TB/ BB : 160 Cm / 59 Kg b. Vital Sign § Tekanan darah : 130/80 mmHg § Nadi : 72x/mnt § Pernafasan : 20 x/ mnt § Suhu : 36.7 0C Pemeriksaan Penunjang : Tidak ada Analisa Data No Data subyektif Data obyektif Kesimpulan 1. 2. 3. § Pasien mengatakan diare lebihb dari 5 kali, konsistensi feses encer § Ps mengatakan lemas nafsu makan kurang § Ps mengatakan makan habis setengah porsi § Ps mengatakan sering terbangun di malam hari § Ps tampak pucat § Mukosa bibir kering § Ps tampak lemas § Perut tampak cekung § Ps tampak gelisah § Muka pucat Kekurangan volume cairan Gangguan kabutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Gangguan pola tidur Rumusan Masalah a) kekurangan volume cairan b) gangguan kebutuhan nutrisi kurang c) gangguan pola tidur 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Pohon masalah 1. Diare b/d malabsorbsi kekurangan Volume cairan b/d Diare (BAB encer) d/d ps mengatakan diare lebih dari 5 kali, konsistensi feses encer. Ps tampak pucat, mukosa bibir kering. Karena volume cairan b/d kehilangan volume cairan secara aktif. 2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dair kebutuhan tubuh b/d pola makan terganggu d/d ps mengatakan makanan habis setengah porsi, nafsu maka berkurang, ps tampak lemas, perut cekung. Keseimbangan nutrisi : dari kebutuhan b/d ketidakmampuan mengabsorbsi makanan. 3. Gangguan pola tidur b/d nyeri d/d ps mengatakan cemas dengan keadaannya. Ps mengatakan sering terbangun di malam hari. Ps tampak gelisah dan muka pucat. Gangguna pola tidur b/d mual. INTERVENSI Rencana Keperawatan Pada Ps RY Dengan Diare Akut Tanpa Dehidrasi Di Klinik Sosial Tresna Wredha Wana Seraya Dps Tgl 3 – 5 Februari 2006 Hari/Tgl No. Dx Tujuan Tindakan Rasional Sabtu 3/2/06 Pk. 13.00 Sabtu 3/2/06 Pk. 13.00 Sabtu 3/2/06 Pk. 13.00 Dx I Dx II Dx III Setelah diberikan askep selama 2x24 jam diharapkan keseimbangan volume cairan terpenuhi dengan kriteria hasil : § Ps mengatakan diare berkurang dengan kosistensi feses lembek § Ps tidak pucat lagi § Mukosa bibir lembab Setelah diberi askep selama 2x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil : § Ps tidak lemas § Ps mengatakan nafsu makan meningkat § Makan habis satu porsi Setelah diberi askep selama 2x24 jam diharapkan tidur/istirahat teratur (tidak terganggu) dengan kriteria hasil: § Ps mengatakan tidak cemas § Ps mengatakan tidur nyenyak § Ps tampak tenang § Observasi dan catat frekuensi, karakteristik, dan jumlah § Kaji status hidrasi intake dan output § Monitor tanda vital dan observasi keadaan umum § Pemberian obat anti diare Kaji intake dan output makanan § Beri makanan yang mengandung nilai gizi tinggi § Beri makanan yang disukai, makan lunak dan rendah serat § § § Kaji kebutuhan ps dapat istirahat § Ciptakan suasana yang nyaman saat tidur § Anjurkan ps untuk cuci tangan dan kaki dengan air hangat § Anjurkan ps untuk berdoa sebelum tidur. § Dapat diketahui berat ringannya diare dan status dehidrasi § Dapat diketahui keseimbangan cairan § Hipotensi, takikardi, demam dapat menunjukkan respon/efek kehilangan cairan § Dapat menunjukkan kehilangan cairan § Diketahui intake dan output makanan § Kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan § Dengan makan yang disukai ps dapat lebih banyak makan an makan rendah serat untuk menurunkan peristaltic usus § Diketahui waktu istirahat terpenuhi § Dengan suasana nyaman ps dapat tidur nyenyak § Dapat membuat ps merasa segar dan nyaman § Dengan berdoa dapat merasa lebih tenang IMPLEMENTASI Rencana Keperawatan Pada Ps RY Dengan Diare Akut Tanpa Dehidrasi Di Klinik Sosial Tresna Wredha Wana Seraya Dps Tgl 3 –5 Februari 2006 HariTgl No. Dx Tindakan Evaluasi Paraf Jumat 3/2/06 Pk. 14.00 Pk. 15.00 Pk. 15.00 Pk. 16.30 Pk. 18.00 Sabtu 4/2/06 Pk. 08.30 Pk. 09.00 Pk. 11.00 Pk. 12.30 Pk. 16.00 Pk. 19.00 Pk. 19.30 Minggu 5/2/06 pk. 08.00 Pk. 09.30 Pk. 11.30 Pk. 13.00 Dx I Dx I Dx II Dx II Dx III Dx I Dx I Dx II Dx III Dx I Dx III Dx III Dx I Dx I Dx II Dx III Mengobservasi dan mengkaji frekuensi BAB, jumlah dan karakteristik Mengukut tanda vital Mengkaji intake dan output makanan Mengajurkan untuk makan makanan yang bergizi tinggi dan disukai ps. Mengkaji kebutuhan ps dapat istirahat Pembrian obat anti diare diaform Mengukur tanda vital Menganjurkan untuk makan makanan yang rendah serat dan gizi Menciptakan suasana yang nyaman saat ps tidur (istirahat) Mengkaji status hidrasi intake dan output Mengajurkan ps untuk cuci tangan dan kaki dengan air hangat Mengajurkan ps untuk berdoa sebelum tidur Mengkaji status hidrasi intake dan output Mengukur tanda vital Mengkaji intake dan output makanan Mengkaji kebutuhan ps dapat istirahat § Ps mengatakan masih diare dengan konsistensi feses encer, BAB lebih dari 5 kali § Tekanan Darah 125/70 mmHg RR : 20 x/mnt Nadi : 72 x/mnt Suhu : 36.8 0C § Ps mengatakan makan habis setengah porsi, nafsu makan menurun, ps tampak pucat, mukosa bibir kering. § Ps mengatakan nafsu makan menurun § Ps mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, ps merasa cemas dengan keadaannya § Obat sudah diminum oleh ps. § Tekanan darah 130/80 mmHg RR : 22 x/mnt Nadi : 72 x/mnt Suhu : 36.7 0C § Ps mengatakan sudah makan bubur dan habis ¾ porsi, ps tidak lemas lagi, perut agak buncit. § Pasien mengatakan cemas brkurang, istirahat sudah agak tenang § Ps mengatakan masih diare dengan konsistensi feses sudah agak lembek. § Ps mengatakan merasa segar dan nyaman, dapat istirahat dengan tenang § Ps mengatakan cemas bekurang § Ps mengatakan tidak khawatir lagi dengan kondisinya, ps dapat tidur dengan tenang § Ps mengatakan tidak diare lagi § Tekanan Darah 130/80 mmHg RR : 20 x/mnt Nadi : 72 x/mnt Suhu : 36.50C § Ps mengatakan nafsu makan normal, makan habis satu porsi. Ps tidak pucat, mukosa bibir lembab § Ps mengatakan dapat tidur dengan nyenyak, tidak pernah terbangun dimalam hari karena tidak cemas lagi. Mhs Mhs Mhs Mhs Mhs Prwt Prwt Prwt Prwt Prwt Prwt Prwt Prwt Prwt Prwt Prwt EVALUASI Rencana Keperawatan Pada Ps RY Dengan Diare Akut Tanpa Dehidrasi Di Klinik Sosial Tresna Wredha Wana Seraya Dps Tgl 3 – 5 Februari 2006 Hari/Tgl Dx Keperawatan Evaluasi Minggu 5/2/06 Minggu 5/2/06 Minggu 5/2/06 DX I DX II DX III S : Ps mengatakan tidak diare lagi konsistensi lembek O : Ps tidak pucat, mukos bibir lembab A : Masalah teratasi P : - S : Ps mengatakan nafsu makan meningkat, makan habis satu porsi O : Ps tidak lemas lagi, perut buncit A : Masalah teratasi P : Pertahankan kondisi S : Ps mengatakan dapat tidur dengan nyenyak, tidak pernah rasa khawatir dengan keadaannnya O : Ps tampak tenang A : Masalah teratasi P : Pertahankan kondisi BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : 4. Diare adalah kehilangan cairan dan elekrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali lebih BAB dengan bentuk tinja yang encer atau cair. 5. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak atau berlangsung singkat dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari. 6. Diare dapat disebabkan oleh infeksi baik virus maupun bakteri dan tanpa infeksi (non infeksi) 7. Pada Ps S setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam ps mengatakan tidak diare lagi, semua masalah ps dapat teratasi. B. Saran 1. Kepada Pasien Agar tetap menjaga kebersihan baik kebersihan diri maupun kebersihan lingkungan, makan-makanan yang mengandung gizi tinggi, istirahat yang cukup. Menjaga kondisi tubuh agar tetap segar. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. EGC : Jakarta.

Taman Konservasi Anggrek Hitam Barito Timur

Menjadi suatu kebanggaan bagi Kabupaten Barito Timur Memiliki sebuah Taman Konservasi Enggrek Hitam satu-satunya di Kalimantan Tengah dan Indonesia. Anggrek Hitam sebagai salah satu Anggrek langka yang menjadi Maskot Kebanggaan Warga Masyarakat Kalimantan Tengah dapat anda temukan dan kunjungi di kabupaten Barito Timur terletak di Desa Murutuwu, Kecamatan Paju Epat sekitar 14 menit perjalanan darat dari ibukota Tamiang layang. Populasi anggrek hitam (Coelogyne pandurata) di habitatnya yang liar semakin hari semakin langka. Meskipun menurut PP Nomor 7 Tahun 1999 anggrek ini dilindungi dan dilarang diperdagangkan bebas (kecuali hasil penangkaran), namun perburuan yang dilakukan untuk mengambil dan menjual jenis anggrek ini ke kolektor anggrek tidak kunjung mereda. Habitat asli anggrek hitam berada di jantung hutan Kaimantan Tengah yang merupakan salah satu tanaman kebanggaan yang dijadikan maskot untuk provisi tersebut. Biasanya anggrek hitam mekar pada bulan Mei sampai Juli. Meskipun habitat anggrek hitam identik dengan hutan di Pulau Kalimantan, jenis anggrek ini juga tumbuh liar di Sumatera, Semenanjung Malaya dan Mindanao, Pulau Luzon dan Pulau Samar Filipina. Anggrek hitam bagaikan mutiara hitam yang terpendam dalam kerimbunan hutan. Anggrek ini memiliki bentuk dan warna yang sangat menawan. Anggrek hitam bukanlah anggrek yang memiliki bunga berwarna hitam. Kelopak bunganya berwarna hijau pupus dengan lidah bunga berwarna hitam dengan sedikit garis-garis berwarna hijau dan berbulu. Kelebihan lain yang dimiliki anggrek ini adalah rajin berbunga dengan aroma yang khas, namun harus tumbuh pada habitat yang relatif lembab. Lidah bunga yang berwarna hitam pada Anggrek Hitam merupakan pembawa sifat hitam yang langka, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pembawa sifat warna hitam yang di butuhkan oleh para ahli pemuliaan tanaman untuk menghasilkan silangan baru dengan corak warna bunga yang lebih menarik.

Minggu, 16 Juni 2013

asuhan Keperawatan Pada Pasien dg Kasus Stroke

ASKEP STROKE ASKEP STROKE DEFINISI Timbulnya lesi iskemik atau lesi perdarahan didalam pembuluh darah intrakanial. Brenda Walters Holloway Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral baik lokal maupun menyeluruh. (WHO dikutip Harsono) Stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak. (Marilyn E. Doenges) Stroke atau serebrovaskuler accident adalah gangguan suplai darah normal ke otak yang sering terjadi dengan tiba-tiba dan menyebabkan fatal neurologik deficit. (Igrativicius, 1995) ETIOLOGI a. Trombosis bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher: Arteriosklerosis serebral. b. Embolisme serebral bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain: endokarditis, penyakit jantung reumatik, infeksi polmonal. c. Iskemia penurunan aliran darah ke area otak: Kontriksi ateroma pada arteri. d. Hemoragi Serebral Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak A.FAKTOR PREDISPOSISI YANG DAPAT DIMODIFIKASI Tekanan darah tinggi Diabetes melitus Merokok Penyakit arteri carotis dan perifer Atrial fibrilatipn Penyakit jantung Transient ischemia attack (TIA) Hiperkolesterolemia Obesitas dan kurang aktifitas Penggunaan alkohol Penggunaan obat – obat terlarang B.FAKTOR RESIKO PADA STROKE 1. Tidak dapat dirubah (Non Reversible) o Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita. o Usia : Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke. o Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke 2. Dapat dirubah (Reversible) o Hipertensi o Penyakit jantung o Kolesterol Tinggi o Obesitas o Diabetes Melitus o Polistemia o Stress Emosional 3. Kebiasaan Hidup o Merokok, o Peminum alkohol, o Obat-obatan terlarang. o Aktivitas yang tidak sehat: kurang olahraga, makanan berkolesterol. MANIFESTASI KLINIS Kelumpuhan wajah, anggota badan yang timbul mendadak Gangguan hemisensorik Perubahan mendadak setatus mental Afasia Gangguan penglihatan Ataksia Fertigo, mual dan muntah, nyeri kepala KLASIFIKASI STROKE Stroke non hemoregik Gejala Ø Timbulnya defisit neurologi mendadak Ø Terjadi pada waktu istirahat atau bangun tidur Ø Kesadaran biasanya tidak menurun kecuali bila embolus cukup besar Ø Biasanya terjadi pada usis > 50 tahun Stroke hemoregik Ø Pendarahan intaserebral (PIS) Gejala: gejala prodomal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karna hipertensi serangan sering kali disiang hari, waktu kerja, emosi, marah sifat nyeri kepala hebat sekali mual muntah sering terjadi pada permulaan serangan hemifaresis/ hemiplegi bisa terjadi sejak terjadi serangan kesadaran biasanya menurun Ø pendarahan subaraknoid (PSA) Gejala prodromal, nyeri kepala hebat dan akut kesadaran sering terganggu dan berpariasi ada tanda/ gejala rangsanggan maningal PENATALAKSANAAN Stroke iskemik/ stroke non hemoragik Pase akut ( hari ke 0-14 sesudah onset penyakit) Sasaran terapi : menyelamatkan neuron Respirasi : jalan nafas bersih dan longar Jantung : harus berfungsi baik Pantau tekanan darah Kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak diturunkan secara derastis Gawat / coma : pantau balans cairan, elektrolit dan basa darah Obat – obatan : Ø Anti edema otak § Gliserol 10%, perinfus, 1 gr/ kg B/ hari dalam 6 jam § Kortikosteroid : dexametason Ø Anti agregasi terombotik ASA (asam asetil salisilat) seperti: asfirin, asfilet dll dengan dosis 80-300 mg/hari Ø Antikoagulasi, misalnya heparin Ø Lain – lain : trombosilin KOMPLIKASI Klasifikasi stroke meliputi hifoksia serebral, penurunan aliran darah serebral, dan luasnya area cedera. * Hipoksia serebral Diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. * Aliran darah serebral Bergantug pada tekanan darah, curah jantug, dan integritas pembuluh darah serebral. * Embolisme serebral Dapat terjadi setelah miokard atau fibrilasi atrium atau dapat berasal atau katup jantung prostetik.embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah selebral. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE I.PENGKAJIAN A. PERSEPSI KESEHATAN DAN PENANGANAN KESEHATAN 1. Keluhan Utama: Bicara pelo dan tidak bisa menggerakkan anggota badan sebelah kiri . 2. Riwayat Penyakit Sekarang (sesuai PQRST): Sejak selasa sore sehabis kerja ( jam 15.30 ) sehabis nonton TV tiba – tiba klien bicaranya menjadi pelo, kemudian jam 18.00 di bawa ke RS Ulin dan di rawat di ruang PDP pad hari kamis pada saat hendak kembali ke tempat tidur, di wc klien tidak dapat berdiri, kaki kiri dan lengan kiri terasa lemah kemudian klien di konsulkan ke ruang syaraf dan akhirnya di rawat di ruang syaraf. 3. Penggunaan Obat Sekarang: Infus RL 20 tetes/menit. Nicholin 3 x 100 mg Mertigo 3 x 1 4. Riwayat Penyakit Dahulu Klien tidak pernah masuk RS dan klien tidak mempunyai riwayat penyakit menular, keturunan dan penyakit lainnya. Upaya pencegahan yang dilakukan terhadap penyakit: pasien berobat ke mantri atau puskesmas. Pasien tidak pernah menjalani prosedur tindakan bedah. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit pada masa anak-anak. 5. Kebiasaan : Kebiasaan yang dapat mempengaruhi kesehatan seperti merokok tidak pernah dilakukan pasien. Riwayat pemakaian alkohol tidak pernah. 6. Riwayat Penyakit Keluarga: Didalam keluarga pasien terdapat anggota keluarga menderita hypertensi yaitu isteri pasien. 7. Riwayat Sosial Hubungan dengan keluarga dan tetangga di sekitar rumah baik ditandai dengan banyaknya amgota keluarga yang menuggui pasien serta tetangga yang datang membesuk. B. POLA NUTRISI-MATABOLIK 1. Masukan Nutrisi Sebelum Sakit: Frekuensi makan 3 x sehari, dengan jenis makanan: nasi biasa, lauk pauk berupa ikan, tahu, tempe, telur dan sayur. Jenis minuman yang diminum: air teh dan air putih. Makanan pantangan : daging, ikan asin. Kudapan/makanan untuk sore hari : kue. 2. Saat Sakit Selama dirawat di RS, frekuensi makan pasien 3 x sehari, dengan diet BBDM. Jenis minuman air putih. Nafsu makan normal, tidak ada disfagia. Keadaan gigi partial atau sudah banyak yang tanggal. Pasien tidak menggunakan gigi palsu (protesa) . Fluktuasi BB 6 bulan terakhir: tetap . Riwayat penyembuhan/kulit tidak ada masalah (normal) 3. Pemeriksaan Fisik: a. Pemeriksaan tanda vital Tinggi Badan : 158 cm . Berat Badan : 47 kg . b. Kulit Warna kulit normal, tidak pucat, cyanosis maupun ikterik tidak ditemukan. Suhu 36oC. turgor baik, kembali kurang dari 2 detik. Tidak ditemukan adanya edema, lesi maupun memar. Luka tirah baring (dekubitus) tidak ditemukan c. Rambut dan kulit Kepala Keadaan rambut kering dan tebal. Sebagian besar rambut sudah mulai beruban. d. Mulut Keadaan kebersihan (hygiene) mulut bersih. Keadaan gusi normal. Keadaan lidah, mucosa tampak kering, tonsil dalam keadaan normal dan pasien dapat berbicara walaupun pelo. Gigi sudah banyak yang tanggal. Pasien tidak memakai gigi palsu. e. Abdomen Hepar tidak teraba, limpa tidak teraba, ginjal tidak teraba f. Temuan laboratorium Darah : Hb : 11,9 gr% . Leukosit : 11.200/mm3 . LED : 40 mm/jam I, 68 mm/jam II . hitung jenis : Bas : 0, Eos : 0, Seg : 80, Limfo : 19, Mono : 0 . Kimia darah : Gula darah puasa: 92 mg/dl . Cholesterol : 150 mg/dl . SGOT : 27 mg/dl . SGPT : 31mg/dl . Tryseligerida : 86 mg/dl Urea : 29 mg/dl . Urea nitrogen : 13 mg/dl . Creatinin : 0,7 mg/dl . Asam urat : 4,0 mg/dl CT SCAN : Terjadi trombosis pad ventrikel dektra yang bersifat akut . C. POLA ELIMINASI 1. Feses Kebiasaan defekasi : 1 kali sehari, selama dirawat frekuensi BAB 1 x sehari. Masalah tidak ditemukan. a. Abdomen Struktur simetris. Frekuensi bising usus : 10 x/menit (normal: 8-12 x/menit). Tidak ditemukan/teraba adanya distensi . b. Rektum Tidak ditemukan adanya lesi . 2. Urine Frekuensi BAK 3-4 x/hari, klien tidak menggunakan alat bantu, masalah tidak ada. 3. Pemeriksaan Fisik a. Ginjal Ginjal tidak teraba, nyeri ketuk tidak ada. b. Blas t Tidak teraba adanya distensi . 4. Laboratorium Urinalisa : - Warna : kuning jernih - Kejernihan : jernih - Urobilin : Normal - Leokosit : 0-2 /lbp - Eritrocyt : 1-2 /lbp - Epithel : + D. POLA AKTIVITAS – LATIHAN Kemampuan perawatan diri : 0 = Mandiri . 1 = Alat Bantu . 2 = Dibantu oleh orang lain 3 = Dibantu oleh orang lain dan alat. 4 = Tergantung secara total. 1. Pemeriksaan Fisik: a. Pernafasan/Sirkulasi : Tekanan darah : 120/80 mmHg . Nadi : 80 x/menit . Respirasi : 22 x/menit . Kualitas pernafasan normal (reguler), tidak terdapat batuk, bunyi nafas normal (vesikuler). Tidak ditemukan adanya kelainan berupa Wheezing, ronchi kering maupun ronkhi basah . b. Muskuloskeletal: Rentang gerak pasien terbatas, terdapat hemiparetik pada ekstremitas sinistra. Tonus otot lesi LMN.êHipotonik pada ekstrmitas sinitra E. POLA KOGNITIF-KONSEPTUA L 1. Pendengaran Pendengaran dalam batas normal. Dalam berkomunikasi pasien dapat mendengar pertanyaan yang diajukan oleh perawat/dokter. 2. Penglihatan Mata simetris kiri dan kanan, kebersihan mata bersih, alis mata tebal, kemampuan menggerakan alis mata baik (normal). Konjungtiva tidak anemis, benjolan tidak teraba. Pada pupil isokor. Reflek terhadap cahaya (+/+) miosis. Pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan berupa kaca mata . 3. Status Mental Kesadaran : compos mentis, dengan GCS: 4,5,6 . Bicara normal, pasien dapat berbicara walaupun agak terbata-bata ( pelo )/disatria. vertigo kadang – kadang. 4. Pemeriksaan Nervus I s.d XII - Nervus I (N. Olfactorius): Pasien dapat membedakan bau alkohol dan minyak angin. Pada kedua hidung. - Nervus II (N. Optikus) Pasien dapat mengenai keluarga. - Nervus III, IV, VI (N. Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusent): Pupil berbentuk isokor, reguler, tidak ada ptosis, tidak ditemukan edema, pupil mengecil dan kembali jika terkena cahaya, tak ada pembatasan gerak mata. - Nervus V (N. Trigeminus): Sensibilitas wajah baik, pasien dapat merasakan rabaan. - Nervus VII (N. Fasialis): Pasien dapat mebedakan nyeri , rabaan, kontraksi masester lemah, reflek rahang ada tapi lmbat terdapat penurunan sudut mulut . - Nervus VIII (N. Akustikus): Pasien dapat mendengarkan bunyi gesekan rambutnya. - Nervus IX (N. Glossofaringeus): Ada refleks muntah ketika spatel disentuhkan pada posterior faring. - Nervus X (N.Vagus): Ovula berada di tengah. - Nervus XI (N. Asesorius): Dapat mengangkat bahu (massa otot trapezius baik). - Nervus XII (N. Hipoglosus): Tidak ada atrofi, tidak ada fasikulasi, posisi lidah mengarah ke kiri. F. POLA TIDUR-ISTIRAHAT 1. Kebiasaan tidur dalam sehari ± 7-8 jam. Tidur siang : kadang-kadang (± 1 jam). Tidur malam : Pukul: 22.00-05.00 (± 7 jam). Pasien merasa segar bila bangun tidur. Masalah tidur tidak ada. 2. Pemeriksaan Fisik Kesadaran umum pasien composmentis, pasien tampak lemah, lingkaran hitam di sekitar mata tidak ditemukan. ANALISA DATA 1. DS: - Klien mengatakan lengan dan tungkai kirinya tidak dapat di gerakkan. - Klien mengatakan kadang - Kadang pusing dan vertigo. DO: - Pasien mengalami hemiparese sinistra. - Kekuatan lengan dan tungkai menurun. - Kekuatan lengan dan tungkai kiri - Penurunan dalam rasa dan reflex . - LED 40 mm/jam I, 60 mm/jam II. - Hasil CT SCAN terdapat trombosis pada hemisfer kanan . - Interupsi aliran darah sekunder terhdap adanya thrombosis . - Gangguan perfusi jaringan serebral. 2. DS: - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak dapat bangun, duduk apalagi berdiri. - Klien mengatakan lengan dan tungkainya lemah saat di gerakkan . DO: - Kekuatan lengan dan tungkai klien - Rentang gerak pada lengan dan tungkai kir terbatas. - Aktifitas klien di bantu oleh isterinya . - Sensasi dan refleks menurun . - Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap hemiparese - Kerusakan mobilitas fisik. 3. DS : - Klien mengatakan ia susah bicara . DO: - Bicara klien terdengar pelo . - Posisi lidah agak ke kiri Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap kelemahan. Kerusakan komonikasi verbal 4. DS : - Klien mengatakan kaki kiri dan lengan kirinya lemah . - Sebagian aktifitas klien di bantu oleh isteri. - Klien tampak lemah . DO: - Motorik dan refleks klien menurun dari normal . -Aktifitas klien terbatas. Perubahan fungsi cerebral sekunder terhadap perubahan mobilitas. Resiko cedera II.DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d Interupsi aliran darah sekunder terhadap adanya trombosis d/d - Klien mengatakan lengan dan tungkai kirinya tidak dapat di gerakkan. - Klien mengatakan kadang – kadang pusing dan vertigo. - Pasien mengalami hemiparese sinistra. - Kekuatan lengan dan tungkai menurun. - Kekuatan lengan dan tungkai kiri ( 1 ). - Penurunan dalam rasa dan refleks. - LED 40 mm/jam I, 60 mm/jam II. - Hasil CT SCAN terdapat trombosis pada hemisfer kanan. 2. Kerusakan mobilitas fisik b/d Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap hemiparese d/d : - Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien tidak dapat bangun, duduk apalagi berdiri. - Klien mengatakan lengan dan tungkainya lemah saat di gerakkan. - Kekuatan lengan dan tungkai klien ( 1 ). - Rentang gerak pada lengan dan tungkai kir terbatas. - Aktifitas klien di bantu oleh isterinya. - Sensasi dan refleks menurun. 3. Kerusakan komonikasi verbal b/d Kerusakan neuromuscular sekunder terhadap kelemahan d/d : - Klien mengatakan ia susah bicara. - Bicara klien terdengar pelo. - Posisi lidah agak ke kiri 4. Resiko cedera b/d Perubahan fungsi cerebral sekunder terhadap perubahan mobilitas d/d : - Klien mengatakan kaki kiri dan lengan kirinya lemah. - Sebagian aktifitas klien di bantu oleh isteri. - Klien tampak lemah. - Motorik dan refleks klien menurun dari normal. - Aktifitas klien terbatas. 13-06-2002 III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN DX. 1 Mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi motorik, kognitif, motorik, sensorik dan kestabilan tanda vital. 1. Tentukan faktor penyebab penurunan perfusi jaringan . 2. Pantau dan catat status neurologysesering mungkin dan badingkan dengan yang normal. 3. Pantau tanda – tanda vital. 4. Letakkan kepala dalam posisi datar dan dalam posisi anatomis. 5. Pertahankan keadaan tirah baring . 6. cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan yang memaksa. 7. Berikan oksigen sesuai dengan indikasi. 8. Berikan obat – obatan sesuai dengan indikasi. 9. Hindari fleksi dan rotasi leher. DX. II Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang di buktikan oleh tidak adanya kontraktur, footdroop serta meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau terkompensasi. 1. Kaji kemempuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal dengan cara yang teratur. 2. Ubah posisi minimal tiap 2 jam. 3. Lakukan latihan rentang gera pasif dan aktif. 4. Sokong ektrimitas pada posisi fungsionalnya. 5. tinggikan tangan dan kepala. 6. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk. 7.Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema dan tanda ynag lainnya. 8. Inspeksi daerah kulit yang menonjol. 9. konsultasikan dengan ahli fisiotherapy. III Komonikasi verbal dapat kembali normal. 1. Kaji tipe / derajat disfungsi atau kesulitan bicara. 2. Perhatikan kesalahan dalam komonikasi dan berikan umpan balik. 3. Mintalah klien untuk mengikuti perintah sederhana. 4. Tunjukkan objek dan minta klien untuk menyebutkan nama benda / barang. IV Mencegah terjadinya cedera fisik. 1. Lakukan tidakan mengurangi bahaya lingkungan seperti : - Orientasikan klien dengan lingkungan. - Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah dan pengaman terpasang. - Berikan pencahayaan yang adekuat pada setiap area. - Letakkan alat perabot pada jarak yang mudah di jangkau. 2. Mengkaji ektrimitas setiap hari terhadap cedera yang tidak terdeteksi. 3. Pertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit di lemaskan dengan lotion. 4. kurangi faktor resiko yang berkenaan dengan penggunaan alat bantu. - Kaji ketepatan penggunaan alat. - Kaji alat terhadap kebocoran dan kondisinya. - Konsul dengan ahli therapy untuk latihan pustur.

Minggu, 12 September 2010

ASKEP HEPATITIS

A. Konsep Dasar Penyakit
1. Anatomi dan Fisiologi
Hepar adalah kelenjar yang paling besar dalam tubuh manusia dengan berat 1500 gram atau 1,5 kg. Bagian superior dan hepar cembung dan terletak di bawah kubah kanan diagfragma. Bagian inferior hepar cekung dan di bawahnya terdapat ginjal kanan, gaster, pankreas, dan usus (Mary Baradero, dkk, 2008: 1).
Hepar terbagi dalam dua lobus (bagian utama) dimana lobus kanan (hepatic dextra lobe) berukuran lebih besar dari pada lobus kiri (hepatic sinistra lobe). Dua lobus tersebut dibagi menjadi empat lobus, yaitu lobus kanan (dextra lobe), lobus kiri (sinistra lobe), lobus kaudatus (caudate lobe), dan lobus kuadratus (Fransisca B. Batticaca, 2009: 2).


Gambar 2.1. Pembagian lobus dalam hepar
(http://www.google.com/gambar/anatomi hati.co.id, 2009)
Hepar menerima dua macam darah yaitu darah yang kaya dengan oksigen melalui arteria hepatika dan darah yang mengadung lebih banyak karbon dioksida melalui vena porta (Mary Baradero, dkk, 2008: 3).

Gambar 2.2. Struktur dasar lobus hati memperlihatkan lempeng sel hati, pembuluh darah, sistem saluran empedu, dan sistem aliran limfe yang terdiri dari ruang disse dan saluran limfe interlobulularis.

Hepar adalah tempat penyimpanan utama dari tubuh. Hepar menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dengan bantuan enzim-enzim glikogen yang dapat diubah menjadi glukosa ketika tubuh memerlukannya. Oleh karena glukosa merupakan sumber energi utama, penyimpanaannya sangat penting.
Hepar juga menyimpan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak seperti A, D, E, dan K, serta mineral-mineral seperti zat besi. Hepar juga dapat menyimpan lemak dan yang dapat diubah menjadi glukosa jika tubuh memerlukannya.
Salah satu fungsi utama hepar sebagai alat pencernaan adalah menyekresi empedu. Empedu adalah cairan yang basa; mengandung garam empedu, pigmen empedu, kolestrol.
Hepar menyekresi sebanyak 1 liter empedu setiap hari. Pigmen empedu memberi warna pada empedu dan feses, empedu masuk ke duodenum serta membantu dalam pencernaan dan absorpsi lemak (Mary Baradero, dkk, 2008: 4).

Gambar 2.3. Hepar dalam sistem pencernaan.

Hepar terletak pada rongga perut kuadran kanan atas. Selain merupakan organ terbesar, hepar juga memiliki banyak fungsi yang rumit dan bergam. Hepar sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperan penting pada hampir setiap fungsi metabolisme tubuh.
Menurut Wening Sari, dkk (2008: 11), fungsi utama hepar antara lain sebagai berikut:
a. Fungsi Metabolisme
Metabolisme merupakan proses mengubah struktur suatu zat menjadi zat lain yang mempunyai sifat yang sama menyerupai, atau bahkan berbeda dengan zat itu sebelumnya. Perubahan struktur dapat berupa pembentukan atau penguraian. Hepar berfungsi dalam proses metabolisme berbagai zat yang diperlukan tubuh seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral.

1. Karbohidrat
Hepar mengatur metabolisme karbohidrat melalui pembentukan, penyimpanan, dan pemecahan glikogen (suatu bentuk karbohidrat yang siap digunakan oleh tubuh).
2. Lemak
Hepar berperan dalam sintesis, menyimpan, dan mengeluarkan lemak untuk distribusikan ke seluruh tubuh. Hepar juga memproduksi empedu sehingga makanan yang berlemak dan mengandung vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K) dapat diserap oleh usus halus.
3. Protein
Protein sintesis dan penghancuran protein terjadi dihepar.
4. Vitamin dan Mineral
Semua vitamin yang larut dalam lemak disimpan di dalam hepar. vitamin A, D, dan K terdapat dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan vitamin E dalam jumlah kecil. Sebagian besar zat besi juga disimpan hati sebelum dibutuhkan oleh tubuh.
b. Fungsi Sintesis
Sintesis adalah penyusunan atau pembuatan suatu senyawa, dari zat atau molekul yang sederhana menjadi senyawa yang kompleks. Adapun contohnya sebagai berikut:
1. Hepar berperan dalam sintesis atau pembuatan protein dan lipoprotein plasma. Protein ini antara lain adalah albumin, globulin, dan berbagai enzim.
2. Sintesis dan sekresi empedu.
c. Fungsi penetralan zat-zat kimia
Penetralan zat-zat kimia adalah perubahan sifat suatu zat karena proses metabolisme yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur zat tersebut. Sel-sel hepar kaya akan berbagai enzim yang membantu dalam metabolisme zat kimia, misalnya obat.
1. Hepar mempunyai kemampuan menetralkan atau mendetoksifikasi zat-zat kimia, seperti obat racun, maupun hasil metabolisme. Dengan demikian, zat-zat tersebut menjadi lebih mudah dikeluarkan melalui urin dan tidak terakumulasi di dalam tubuh.
2. Tempat mendaur ulang sel-sel darah merah yang telah usang.
Kapiler empedu dan kapiler darah di dalam hepar saling terpisah oleh deretan sel-sel hepar sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur. Namun, jika hepar terkena infeksi virus seperti hepatitis, sel-sel hepar bisa pecah dan akibatnya darah dan empedu bercampur. Bilirubin (pigmen empedu) yang meresap ke dalam darah akan melekat pada jaringan kulit dan sklera mata sehingga menyebabkan kulit dan bagian putih mata (sklera) menjadi kuning. Bilirubin yang berlebihan dalam darah tersebut sebagian keluar dalam air kemih sehingga warna air kemih lebih gelap seperti teh.
Adapun menurut H. M. Hembing Wijayakusuma (2008: 2), hepar juga mempunyai peranan besar dan memiliki lebih dari 500 fungsi. Berikut ini fungsi-fungsi utama hepar:
1. Menampung darah
Dalam hepar terdapat pembuluh darah balik (vena) dan sinusoid (saluran darah berbanding tipis dan berongga luas). Sinusoid dapat menampung darah antara 200-400cc. Hepar yang menampung darah banyak darah akan teraba membesar.
2. Membersihkan darah untuk melawan infeksi (pertahanan tubuh)
Membersihkan darah dengan menyaring (filter) substansi asing dan bibit penyakit yang ikut masuk lewat aliran darah sehingga membantu tubuh melawan infeksi. Dalam hepar terdapat sejumlah besar sel kupfer yang dapat memakan kuman dan bibit penyakit lain. Sebagian besar bakteri yang berada dalam darah portal (dari usus) dapat dimangsa oleh sel kupfer sehingga darah yang keluar dari hepar dan kembali ke serambi kanan jantung sudah relatif bebas dari bakteri.
3. Memproduksi dan mengekresikan empedu
Empedu diproduksi hepar terus-menerus untuk membantu pencernaan lemak. Hepar menghasilkan 500-1000cc empedu/hari dan disalurkan ke dalam kandung empedu untuk disimpan. Di dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan sehingga dari warna semula cokelat muda menjadi cokelat kehijauan. Pada saat makanan berlemak memasuki usus 12 jari, hormon kolesistokinin merangsang kandung empedu mengeluarkan cairan empedu untuk membantu proses pencernaan lemak.
4. Membantu menjaga keseimbangan glukosa darah
Dalam proses pencernaan makanan, karbohidrat yang kita konsumsi dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana, yaitu glukosa. Jika kadar glukosa darah meningkat tajam melebihi ambang batas normal, hormon insulin mengubah glukosa menjadi glikogen (energi cadanagan) yang disimpan dalam hepar.
5. Membantu faktor pembekuan darah
6. Menetralisir zat-zat beracun dalam tubuh
7. Mempertahankan suhu tubuh
Dengan besarnya organ dan banyaknya kegiatan metabolik yang berlangsung di hepar, meyebabkan darah yang melewati hepar naik suhunya.

2. Pengertian
Hepatitis berasal dari dua kata, yaitu hepa (hepar) dan itis (radang). Hepatitis merupakan radang yang terjadi pada organ hepar (H.M. Hembing Wijayakusuma, 2008: 6).
Hepatitis berasal dari bahasa latin yaitu peradangan hati. Peradangan ini dapat menyebabkan kerusakan sel-sel, jaringan bahkan semua bagian organ hati, hepatitis dapat terjadi karena penyakit yang memang menyerang sel-sel hati atau penyakit lain yang menyebabkan komplikasi pada hepar (Wening Sari, dkk, 2008: 10).

Gambar 2.4. Perbedaan sel yang rusak (kiri) dan sel hati yang masih sehat (kanan).

Hepatitis adalah peradangan hepar. Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi atau oleh toksin termasuk alkohol, dan dijumpai pada kanker hati. Gejala dan tanda masing-masing jenis hepatitis serupa. Cara penularan, apabila penyebabnya virus, dan hasil akhirnya mungkin berbeda (Elizabeth J. Corvin, 2001: 573).
Hepatitis adalah suatu kelainan berupa peradangan organ hepar yang disebabkan banyak hal, antara lain infeksi virus, gangguan metabolisme, obat-obatan, alkohol maupun parasit (Wening Sari, 2008: 8).
Hepatitis adalah inflamasi akut hepar. Ini dapat disebabkan oleh bakteri atau cedera toksik (Barbara Engram, 1999: 524).

Gambar 2.5. Perbedaan antara jaringan yang sehat (kanan) dan jaringan yang rusak (kiri).

Hepatitis adalah inflamasi dan cedera pada hepar. Ini adalah rekasi hepar terhadap berbagai kondisi, terutama virus, obat-obatan dan alkohol (Monica Ester, 2002: 93).
Hepatitis adalah peradangan hati karena berbagai sebab. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis akut, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut hepatitis kronis (www.wikipwdia.com/diakses/11/006/2009).
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia (http://hepatitis wordpress.com/diakses/24/06/2009).
Hepatitis adalah inflamasi hati yang dapat terjadi karena invasi bakteri, cidera oleh agen fisik atau kimia (nonviral) atau infeksi virus (Hepatitis A, B, C, D, E) (http//Hepatitis.com/diakses/24/06/2009).
Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis virus yang menyerang dan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati manusia. Hepatitis dikategorikan dalam beberapa golongan, diantaranya hepetitis A, B, C, D, E, F dan G (www.okezone.com/diakses/24/06/2009).
Hepatitis akut adalah suatu infeksi sistemis terutama yang memengaruhi fungsi hati dan sembuh kurang dari 6 bulan (Fransisca B.Batticaca, 2009: 28).
Hepatitis kronis adalah merupakan kumpulan penyakit hati karena berbagai penyebab dengan keparahan lebih dari enam bulan (Fransisca B. Batticaca, 2009: 42).
Hepatitis kronis dapat dibedakan menjadi dua bentuk:
a. Hepatitis kronis persisten mempunyai proknosis (kemungkinan penyembuhan) yang baik.
b. Hepatitis kronis aktif dapat memicu penyakit yang lebih membahayakan, seperti sirosis hati dan kanker hati (karsinoma hepatoseluler) (H. M. Hembing Wijayakusuma, 2008: 7).

3. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, hepatitis dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu hepatitis virus dan hepatitis non-virus.
a. Hepatitis Virus
Hepatitis virus merupakan peradangan hati yang disebabkan oleh infeksi virus, sehingga dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan infeksi virus A (VHA) yang berbentuk partikel dengan ukuran 27nanometer, merupakan jenis virus yang termasuk golongan picornavirus, masa inkubasi sekitar 30 hari dan dapat digolongkan sebagai hepatitis akut.
2. Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan virus hepatitis B (VHB) yang termasuk dalam golongan hepadna viriade, yaitu golongan yang dapat menginfeksi manusia dan simpanse, VHB merupakan virus DNA berukuran 42nm, terdiri atas inti pusat yang dikelilingi lapisan lipoprotein yang berisi antigen permukaan VHB (HBsAg) yang menempel pada gen, masa inkubasi sekitar 60-90 hari dan dapat digolongkan sebagai hepatitis akut namun bisa menjadi kronis.
3. Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HVC). Virus ini sebelumnya dikenal dengan virus hepatitis non A-non B (NANB) yang menyebabkan kasus-kasus hepatitis paska tranfusi darah atau produk darah sehingga disebut juga sebagai transfusion-associated hepatitis (hepatitis yang berhubungan dengan tranfusi). Virus hepatitis C berupa RNA yang menempel diluar sel, masa inkubasi bervariasi antara 2 minggu hingga 6 bulan dan dapat digolongkan sebagai hepatitis akut namun bisa menjadi kronis.

Gambar 2.6. Virus hepatitis C
(http://www.google.com/gambar/Virus hepatitis C.co.id, 2009)

4. Hepatitis D
Hepatitis D disebabkan virus hepatitis D (VHD), yaitu virus RNA tunggal yang berbentuk partikel sferis dan berdiameter 35-37nm dan disebut juga virus hepatitis delta, masa inkubasi sekitar 1-2 bulan dan dapat digolongkan sebagai hepatitis akut namun bisa menjadi kronis.
5. Hepatitis E
Hepatitis E disebabkan oleh virus hepatitis E (VHE), VHE merupakan virus RNA rantia tunggal berdiameter kurang lebih 32- 34nm dan tidak berkapsul, masa inkubasi sekitar 6 minggu dan dapat digolongkan sebagai hepatitis akut.
6. Hepatitis F
Untuk kasus hepatitis F masih jarang ditemukan. Para ahli masih mendebatkan apakah hepatitis F merupakan jenis hepatitis yang terpisah.
7. Hepatitis G dan TT
Virus Hepatitis G dan TT belum lama ditemukan sehingga ciri-ciri virus dan perjalanan penyakit kedua jenis hepatitis virus ini belum banyak diketahui, terutama hepatitis TT. Hepatitis G disebabkan virus hepatitis G (VHG) atau virus hepatitis GB, dan dapat digolongkan sebagai hepatitis akut namun bisa menjadi kronis (M. H. Hembing Wijayakusuma, 2008: 17).
Setelah terpajan virus hepatitis, dapat terjadi sejumlah sindrom klinis:
1. Keadaan pembawa: tanpa memperlihatkan penyakit, atau dengan hepatitis kronis subklinis.
2. Infeksi asimtomatik: hanya bukti serologis.
3. Hepatitis akut: anikterik atau ikterik.
4. Hepatitis kronis: dengan atau tanpa perkembangan menjadi sirosis.
5. Hepatitis fulminan: nekrosis hati submasif sampai masif (Kumar, dkk, 2007: 679).
b. Hepatitis Non-virus
Hepatitis non-virus merupakan bentuk peradangan hepar yang bukan disebabkan virus. Penyakit ini terutama disebabkan bahan-bahan kimia dan obat-obatan yang dapat mengiritasi, meracuni, dan menyebabkan kerusakan sel-sel hepar sehingga disebut juga hepatitis toksik dan dapat digolongkan sebagai hepatitis akut namun bisa menjadi kronis (H. M. Hembing Wijayakusuma, 2008: 17).


4. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar yang baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar yang normal.
Hepar yang terinfeksi virus dan non-virus, toksin atau pun obat-obatan dan alkohol terjadi peradangan yang terjadi pada organ hati, kerusakan sel-sel, kerusakan jaringan dan seluruh organ hati berakibat pembesaran dan pengerasan.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadaran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kesukaran sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kerusakan pengangkutan bilirubin tersebut didalam hati. Akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk).
Tinja mengadung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat diekresikan ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urin berwarna seperti teh (http://www. okezone.com /diakses/23/06/2009).
Adapun tanda-tanda hepatitis virus dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu:
1. Tahap pra-ikterik (tahap prodromal) yang berlangsung selama satu minggu. Anoreksia (merupakan tanda utama), suhu tubuh meningkat disertai menggigil, mual dan muntah, kesulitan mencerna makanan (dispepsia), nyeri tekan pada hepar, cepat lelah, malaise, berat badan menurun.
2. Tahap ikterik dimulai dengan timbulnya ikterik yang berlangsung selama 46 minggu. Pada tahap ini, tanda tahap pre-ikterik akan berkurang, kecuali anoreksia, mual, muntah, dispepsia, rasa lemah, dan malaise makin bertambah, nyeri tekan pada hepar juga bertambah. Ikterik timbul karena gangguan metabolisme bilirubin. Urin berwarna kuning pekat seperti air teh, sklera mata (bagian putih mata) dan kulit dan kuku berwarna kuning, penderita merasa sakit dan bengkak, terutama pada hepatitis B dan C, asites pada abdomen.
3. Tahap paska-ikterik atau tahap penyembuhan. Tahap ini dimulai ketika ikterik telah hilang (Mary Baradero, dkk, 2008: 31).









































Gambar 2.7. Skema Hepatitis
5. Tanda dan Gejala
Hepatitis virus yaitu A, B, C, D, E dan G mempunyai gejala yang hampir sama sehingga hampir tidak bisa dibedakan satu sama lain, kecuali hepatitis A yang tanda awalnya bersifat tiba-tiba.
a. Fase pre-ikterik
Merupakan gejala awal yang tampak saat menderita hepatitis.
1. Anoreksia (merupakan tanda yang paling utama).
2. Suhu tubuh meningkat disertai menggigil.
3. Mual dan muntah.
4. Kesulitan mencerna makanan (dispepsia).
5. Nyeri tekan pada hepar.
6. Cepat lelah.
7. Lemah.
8. Berat badan menurun (Marry Baradero, dkk, 2008: 32).
b. Fase ikterik atau kuning (berlangsung 46 minggu)
Merupakan tanda setelah fase pre-ikterik.
1. Urin berwarna kuning pekat seperti air teh.
2. Sklera mata (bagian putih mata) dan kulit dan kuku berwarna kuning.
3. Penderita merasa sakit dan bengkak, terutama pada hepatitis B dan C.
4. Asites pada abdomen (H. M. Hembing Wijayakusuma, 2008: 8).

Gambar 2.8. Mata, kulit, dan kuku berwarna kuning muda merupakan
salah satu gejala hepatitis

6. Macam-Macam Hepatitis
Secara umum hepatitis terbagi dua, yaitu hepatitis virus dan hepatitis non-virus.
Adapun rinciannya, yaitu:
a. Vepatitis Virus
1. Hepatitis A
Merupakan hepatitis yang paling ringan. Hal ini umumnya tidak sampai menyebabkan kerusakan hati. Mereka yang terinfeksi oleh virus ini, 99% dapat pulih sepenuhnya. Virus hepatitis A bersifat sangat stabil dan tidak rusak oleh perebusan singkat, tetapi rusak jika dididihkan, selain itu rusak oleh formalin, radiasi matahari. Di daerah tropis puncak insiden cenderung terjadi selama musim hujan dan di negara berkembang karena kondisi sosial ekonomi, hygiene dan sanitasi yang sangat rendah. Penularan hepatitis A terutama melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh VHA seperti melalui tangan penderita yang dicuci kurang bersih setelah buang air besar, kemudian mencemari makanan dan minuman.
2. Hepatitis B
Jika dalam darah terdeteksi HBsAg, berarti positif terinfeksi VHB. Hepatitis B merupakan tipe hepatitis yang berbahaya, penyakit ini lebih sering menular dibandingkan hepatitis jenis lainnya. Hepatitis B menular melalui kontak darah atau cairan tubuh yang mengadung virus hepatitis B (VHB). Seseorang dapat saja mengidap VHB, tetapi tidak disertai dengan gejala klinik ataupun tidak tampak adanya kelainan dan gangguan kesehatan, orang tersebut merupakan pembawa atau sering disebut carrier. Virus hepatitis B 100 kali lebih infeksius, yakni lebih berpotensi menyebabkan infeksi dibandingkan virus HIV, karena masa tunasnya cukup pendek, yaitu sekitar 3 bulan. Virus ini ditemukan di dalam darah, air ludah, air susu ibu, cairan sperma, atau vagina penderita. Penularan hepatitis B terjadi melalui kontak dengan darah, tranfusi darah, cairan tubuh, maupun material yang terinfeksi, seperti jarum suntik, alat-alat bedah, alat-alat dokter gigi, jarum tato, maupun jarum tindik telinga yang tidak steril, pisau cukur, gunting kuku, atau sikat gigi, penularan hepatitis B juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis B.
c. Hepatitis C
Hepatitis C menyebabkan peradangan hati yang cukup berat, diperkirakan 80% menjadi hepatitis kronis dan dapat berkembang menjadi sirosis dan masa inkubasi bervariasi antara 2 minggu hingga 6 bulan. Hepatitis C menular melalui darah, biasanya karena tranfusi atau jarum suntik. Walaupun hepatitis C cukup tinggi, tetapi perjalanan kliniknya lebih ringan. Penyakit hepatitis C lebih mudah disembuhkan jika diberikan pengobatan yang tepat secara dini. Hal ini karena materi genetik virus hepatitis C berupa RNA yang menempel di luar sel.
4. Hepatitis D
Virus ini bersifat pathogen dan sangat infeksius, dapat menyebabkan penyakit hati akut maupun kronis. Virus hepatitis D hanya terdapat pada tubuh penderita hepatitis B (HBsAg+) karena untuk dapat hidup dan berkembang biak didalam tubuh manusia membutuhkan bantuan virus hepatitis B, hal ini disebabkan virus hepatitis D membutuhkan selubung VHB untuk dapat menginfeksi sel-sel hati. Infeksi VHD dapat terjadi melalui dua cara:
a. Ko-infeksi (coinfektion): Jika infeksi VHD terjadi bersamaan dengan VHB. Umunya, ko-infeksi mengakibatkan hepatitis D akut.
b. Superinfeksi (superinfektion): Jika penderita hepatitis B kronis atau mengidap HBsAg (carier) terinfeksi oleh VHD. Umunya superinfeksi sering berkembang menjadi hepatitis kronis aktif.
Infeksi kedua virus tersebut bahkan dapat menyebabkan hepatitis fulminan, yaitu kerusakan hati yang cepat menjadi berat dan dapat mengakibatkan kematian. Penularan hepatitis D menyerupai hepatitis B yakni melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh yang mengandung VHD. Pemakian bersama jarum suntik pada pengguna narkoba, transfusi darah, alat-alat kedokteran yang tidak steril, atau melalui hubungan seksual merupakan sumber penularan hepatitis D yang paling utama.
5. Hepatitis E
Hepatitis E mempunyai sifat menyerupai hepatitis A, demikian juga untuk penularanya, tetapi dengan tingkat keparahan yang lebih ringan. Seperti hepatitis A, hepatitis E sering bersifat akut dengan masa kesakitannya singkat dan masa inkubasinya sekitar 6 minggu, tetapi terkadang dapat menyebabkan kegagalan fungsi hati. Hepatitis E menular melalui makanan dan minuman yang tercemar feses yang mengandung VHE.
6. Hepatitis F
Untuk kasus hepatitis F masih jarang ditemukan. Para ahli masih mendebatkan apakah hepatitis F merupakan jenis hepatitis yang terpisah.
7. Hepatitis G dan TT
Hepatitis G mempunyai sifat dan model penularan yang sama dengan hepatitis B dan C, yakni melalui kontak dengan darah, penularan hepatitis G paling banyak terjadi melalui transfusi darah, tetapi tidak menutup kemungkinan alat-alat yang dapat melukai kulit dapat menjadi mediator penyebaran virus hepatitis G. Hepatitis G umunya berlangsung kronis, tetapi sampai saat ini tidak memberikan efek yang serius (Wening Sari, dkk, 2008: 13).
b. Hepatitis non-virus
1. Hepatitis karena obat-obatan dan zat kimia
Beberapa zat kimia seperti karbon tetraklorida, trikloroetilena, dan vinilklorida yang biasa digunakan sebagai bahan produk pembersih rumah tangga, jika terminum dapat meracuni dan merusak jaringan hati. Begitu juga obat-obatan tertentu dapat menyebabkan kerusakan hati.
2. Hepatitis karena alkohol (hepatitis alkoholik)
Kebiasaan minum alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan-jaringan vital dalam hati.
3. Hepatitis karena bakteri, cacing, atau protozoa
Infeksi mikroorganisme, seperti bakteri leptospira dapat ditularkan melalui air kencing tikus menjadi penyebab penyakit leptospirosis. Leptospira masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir hidung atau kulit yang terluka dan kadang melalui pencernaan dari makanan yang terkontaminasi air seni tikus, anjing, kucing, atau kuda yang mengandung leptospira, bakteri tersebut banyak terdapat di dalam darah, hati penderita.
4. Hepatitis autoimunitas
Merupakan penyakit yang berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringan tubuh sendiri dan menimbulkan kerusakan hati, penyakit ini umumnya bersifat kronis. Hepatitis autoimunitas lebih sering sering dijumpai pada wanita (sekitar 70%) dengan rentang usia 15-40 tahun dan sering berhubungan dengan penyakit lain.
5. Hepatitis karena jamur beracun
Bahan makanan yang ditumbuhi jamur Aspergillus flavus menghasilkan toksin jamur, seperti aflatoksin yang bersifat hepatotoksik (meracuni hati). Bahan makanan yang biasanya tercemar aflatoksin adalah kacang tanah yang tengik, oncom, atau jamur (H. M. Hembing Wijayakusuma, 2008: 17).

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Upaya medis difokuskan pada pemeriksaan untuk memperoleh diagnosa yang tepat dan memberikan terapi suportif seperti:
a. Cairan dan elektrolit.
b. Imunisasi hepatitis.
c. Vitamin K.
d. Antihistamin untuk pruritus.
e. Anti emetik/muntah.
f. Kortikosteroid untuk hepatitis virus fulminan. Obat-obatan untuk mengurangi kegelisahan harus dicegah karena kebanyakan obat-obat ini mengandung sedatif yang harus didetoksifikasi oleh hepar (Mary baradero, dkk, 2008: 37).
Berikan obat-obat yang bersifat melindungi hati, berikan anti emetik golongan fenotiazin, vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan, edema serebral diobati dengan manitol iv 1g/kg 4-6 jam dengan observasi osmolaritas serum yang cermat. Bila melampoi 320 mOsmol/L harus dihentikan dan diulang kembali bila telah kembali normal. Perdarahan saluran cerna diturunkan dengan pemberian simetidin 300mg/6 jam atau per infus dengan dosis 50mg/jam. Laktulosa diberikan untuk mengendalikan hiperamonia dengan dosis disesuaikan agar tidak terjadi diare 2-3 kali/hari. Gangguan elektrolit berupa hiponatremia akibat pemakaian laktulosa yang berlebihan dapat terjadi, hipoglikemia diobati secara agresif dengan larutan dekstrosa 10-25%. Packed red cell hanya diberikan pada pasien dengan perdarahan aktif atau jika akan dilakukan tindakan invasif seperti intubasi atau kanulasi vena sentral, dianjurkan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yaitu 800mg/hari (Arif Mansjoer, dkk, 2001: 514).
Hindari obat yang dapat menimbulkan reaksi merugikan seperti kolestasis dan obat yang dimetabolisme oleh hati, bila terdapat pruritus berat, hindari terapi kortikosteroid dan kolestiramin karena tidak akan bermanfaat dan malah akan membahayakan (Fransisca B. batticaca, 2009: 41).
b. Penatalaksanaan keperawatan
Secara umum pada penatalaksanaan keperawatannya yaitu pemenuhan kebutuhan klien secara komprehensif baik secara bio, psiko, kultural, spritual dalam memandirikan klien secara optimal, yang dilakukan perawat secara mandiri (independen), kolaborasi (interdependen), ketergantungan (dependen) (Nursalam, 2008: 13).
Rawat inap dan isolasi adalah tindakan koprehensif terhadap penyakit hepatitis.
1. Rawat inap dengan tirah baring untuk menyembuhkan total dengan pembatasan aktivitas.
2. Diet tinggi kalori/karbohidrat dan rendah lemak, makan harus diberikan dalam porsi kecil dan diberikan empat sampai enam kali sehari. Namun jika klien mual dan muntah harus diberikan terutama pada pagi hari karena klien biasanya mengalami mual pada malam hari.
3. Pemberian nutrisi parenteral diperlukan pada stadium akut dan pada klien yang muntah terus-menerus serta tidak dapat mempertahankan intake nutrisi secara oral.
4. Isolasikan klien pada ruangan tertentu.
5. Ketika melakukan perawatan klien, gunakan sarung tangan dan hindari kontak langsung dengan tangan.
6. Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah, sebaiknya diberikan infus. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori (30-35 kalori/kg BB) dengan proten cukup (1g/kg BB) (Fransisca B. Batticaca, 2009: 41).

8. Komplikasi
Pada perkembangannya, penyakit hepatitis terutama yang menetap atau kronis, sering mengalami komplikasi, seperti sirosis hati dan kanker hati (hepatoma).
a. Sirosis hati
Merupakan peyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan sel-sel oleh jaringan ikat, diikuti dengan parut serta sering diiringi pembentukan ratusan nodules (benjolan). Penayakit ini mengubah struktur hati dari jaringan hati normal menjadi benjolan-benjolan keras yang abnormal yang mengubah pembuluh darah. Hati yang mengalami sirosis kelihatan berbenjol-benjol, penuh parut, berlemak, dan berwarna kuning jingga, hati menjadi keras.

Gambar 2.9. Perbedaan hati dalam keaadaan normal (atas) dan hati yang terkena sirosis (bawah).

Gejala awal sirosis mirip dengan hepatitis. Namun, pada sirosis yang telah lanjut, gejala berkembang sesuai dengan kerusakan hati berikut ini:
1. Pembentukan zat-zat pembekuan darah menurun sehingga mengakibatkan kecenderungan mudah luka, perdarahan pada hidung, perdarahan gusi, dan kurang darah.
2. Perut menjadi buncit akibat akumulasi cairan dalam perut (asites) dan pembengkakan kaki (edema), serta varises.
3. Gemetar, lesu, paranoid, sulit konsentrasi, dan halusinasi.
4. Skrotum mengecil (atropi testis), berkurangnya bulu dada atau rambut ketiak pada pria, serta haid tidak teratur pada wanita.
5. Gatal-gatal yang hebat, bintik merah pada kulit.
6. Bau napas tidak sedap dan pembesaran hati atau limpa.


b. Kanker hati primer (karsinoma hepatoseluler)
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma merupakan tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati sendiri. Penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki (terutama 60 tahun ke atas) dibandingkan pada wanita. Hepatoma belum diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi berikut ini ada beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker:
1. Penderita sirosis hati dan penyakit hati degeneratif.
2. Hepatitis B dan C (hepatitis kronis). Sekitar 80% dari kanker hati terjadi dari hepatitis B kronis.
3. Infeksi cacing hati (clonorchis sinersis).
Gejala yang timbulkan kanker hati bervariasi, berikut ini gejalanya:
1. Lemah, tidak nafsu makan, berat badan menurun drastis dan demam.
2. Perut terasa penuh dan adanya massa di kuadran kanan atas perut.
3. Rasa nyeri pada perut tengah atau bagian kuadran kanan atas.
4. Perut membuncit karena ada pembentukan cairan di rongga perut.
5. Tangan dan kaki membengkak.
6. Kulit berwarna kuning.
7. Urin berwarna seperti teh dan buang air besar berwarna kehitam-hitaman.
Untuk mendiagnosis sirosis hati dan kanker hati yaitu dengan melakukan biopsi hati (mengambil jaringan untuk diperiksa) sehingga dapat diketahui keparahan dari peradangan hatinya. Selain itu, dapat ditunjang dengan pemeriksaan CT-scan dan tes laboratorium berupa tes darah, feses, urin (H. Hembing Wijayakusuma, 2008: 20).


9. Pemeriksaan penunjang
Semua jenis hepatitis virus mempunyai gejala yang hampir sama sehingga sukar dibedakan. Selain melihat gejala klinis, untuk memastikan diperlukan juga pemeriksaan laboratorium seperti berikut ini:
a. Pemeriksaan kimia darah terhadap tes faal hati
1. Kadar bilirubin.
2. Bilirubin direk dan indirek.
3. SGOT/AST (aspartate transaminase).
4. SGPT/ALT (albumin transferase).
5. Protein plasma (albumin dan globulin).
6. Asam empedu.
7. Gamma-GT.
8. Hitung darah lengkap, hitung jenis leukosit.
9. Profil pembekuan (proses pembekuan memanjang pada gagal hati).
10. Profil biokimia (tes fungsi hati, albumin, dan ureum/kreatinin).
11. Glukosa (rendah pada hepatitis fulminan).
12. Rontgen toraks.
13. Pemeriksaan CT-scan.
b. Tes serologi untuk memastikan infeksi virus hepatitis
1. Hepatitis A: anti-HAV total, anti-HAV lgM.
2. Hepatitis B: HBsAg, HBcAg, HBeAg, anti-HBs, anti-HBc, anti- HBe, HBV-DNA (kualitatif dan kuantitatif).
3. Hepatitis C: anti-HCV total, anti-HCV lgM, HCV-RNA, HCV genotif.
4. Hepatitis D: anti-HDV.
5. Hepatitis E: anti-HEV lgG, anti-HEV lgM.
c. Biopsi yaitu pengambilan jaringan hati tanpa pembedahan, lalu diperiksa secara mikroskopis (H. M Hembing Wijayakusuma, 2008: 8).

10. Prognosis
Setelah dilakukan pengobatan selama 6 bulan penderita akan sembuh dengan sendirinya dan hati normal sempurna. Jika terjadi komplikasi, kematian dapat terjadi.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Konsep dasar asuhan keperawatan yang dilakukan melalui proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien dengan berbagai tatanan pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia, dengan menggunakan metodologi poses keperawatan, berpedoman pada standar paraktik keperawatan dilandasi oleh ilmu, keterampilan, dan etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan (Suprayitno, 2004: 23).
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang profesional dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia dari biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang dapat ditunjukan kepada individu, keluarga atau masyarakat dalam rentang sehat sakit. Pemenuhan dasar tersebut diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan. Dalam hal pencegahan dan penanggulangan penyakit seorang perawat memegang peranan penting serta memiliki tanggung jawab moral untuk mewujudkan melalui tindakan nyata baik penyuluhan kesehatan, pencegahan, pengawasan dalam pengobatan maupun untuk pemulihannya apabila penangannya tidak sempurna maka akan terjadi infeksi, perawatan menjadi lebih lama dan kepercayaan klien terhadap perawat maupun rumah sakit berkurang (A.Aziz Alimul Hidayat, 2008: 3).
Keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini dapat dapat disebut pendekatan untuk memecahkan masalah (problem-solving) yang memerlukan ilmu, teknik, dan keterampilan interpersonal, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat. Proses keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan berhubungan, yaitu:
1. Pengkajian.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan.
3. Perencanaan.
4. Imlementasi.
5. Evaluasi (Nursalam, 2008: 1).

1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber. Pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang akurat, lengkap sesuai dengan kenyataan sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dalam memberikan pelayanan-pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu, dan ketentuan dalam standar praktek klinik keperawatan dari ANA (American Nursing Association) (Nursalam, 2008: 29).
Dalam buku Proses dan Dokumentasi Keperawatan karangan Nursalam (2008: 31). Adapun data yang kemungkinan didapat pada klien dengan hepatitis:
a. Data subjektif
Data subjektif adalah data yang didapat dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan, dan ide tentang status kesehatannya.
1. Nyeri daerah hepar.
2. Perubahan pada gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah, dispepsia).
3. Berat badan menurun.
4. Pernah mengalami peningkatan suhu tubuh disertai menggigil.
5. Cepat lelah, kurang enak yang tidak hilang dengan istirahat (Mary Baradero, dkk, 2008: 37).
b. Data objektif
Data objektif adalah data yang dapat diobservasi oleh perawat. Data ini diperoleh melalui kepekaan perawat selama melakukan pemeriksaan fisik. Yang termasuk objektif adalah frekuensi pernapasan, tekanan darah, dan adanya edema.
1. Ikterik pada kulit dan sklera.
2. Pemeriksaan abdomen ditemukan pembesaran hepar, nyeri tekan pada daerah hepar.
3. Tanda-tanda cairan dan elektrolit tidak seimbang.
4. Demam, dehidrasi (Mary Baradero, dkk, 2008: 38).

Adapun pengkajiannya sendiri secara umum adalah sebagai berikut:
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku dan bangsa, status perkawinan, alamat, ruang dirawat, tanggal masuk RS, No Register, dan Diagnosa medis.
Hepatitis dapat terjadi pada semua umur baik tua maupun muda, pada anak/bayi. Laki-laki dan perempuan sering disebabkan oleh serangan dan penularan hepatitis dan pada bayi biasanya karena dilahirkan oleh ibu yang mengidap penyakit hepatitis.
b. Identitas penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat dan hubungan dengan pasien.
c. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri tekan pada daerah hepar.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Menjelaskan riwayat penyakit yang dialami adalah klien mengeluh nyeri tekan pada daerah hepar dan masuk RS dengan suhu tubuh meningkat disertai menggigil, penurunan berat badan, mual dan muntah, nafsu makan menurun, nyeri kepala.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah diderita pasien waktu dahulu seperti ada riwayat hepatitis/kontak dengan penderita hepatitis, riwayat hipertensi dan diabetes melitus perlu dikaji, riwayat pernah masuk RS dan penyakit yang pernah diderita oleh klien.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Ada tidaknya terdapat riwayat pada keluarga dengan penyakit vaskuler seperti hipertensi, penyakit metabolik seperti diabetes melitus atau penyakit kanker yang pernah diderita oleh keluarga klien atau ada tidaknya keluarga yang memiliki penyakit menular/keturunan ataupun penyakit yang dialami klien.
d. Dasar data pengkajian klien
Menurut Marilynn E. Doenges (2000: 534) meliputi:
Data tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati
1. Aktivitas/istirahat
Gejala:
a. Kelemahan.
b. Kelelahan.
c. Malaise umum.

2. Sirkulasi
Tanda:
a. Bradikardi (hiperbilirubinemia berat).
b. Ikterik pada sklera, kulit, membrane mukosa.
3. Eliminasi
Gejala:
a. Urin gelap.
b. Diare/konstipasi; feses warna tanah liat.
c. Adanya/berlubangnya hemodialisa.
4. Makanan/cairan
Gejala:
a. Hilangya nafsu makan, penurunan berat badan.
b. Edema.
c. Mual/muntah.
Tanda:
a. Asites.
5. Neurosensori
Tanda:
a. Peka rangsang.
b. Cenderung tidur.
c. Letargi/kelemahan.
d. Asteriksis.
6. Nyeri/kenyamanan
Gejala:
a. Kram abdomen.
b. Nyeri tekan pada kuadran kanan atas.
c. Mialgia, artalgia, sakit kepala.
d. gatal (pruritus).

Tanda:
a. Otot tegang.
b. Gelisah.
7. Pernapasan
Gejala:
a. Tidak minat/enggan merokok (perokok).
8. Keamanan
Gejala:
a. Adanya tranfusi darah/produk darah.
Tanda:
a. Demam.
b. Urtikaria, lesi makulopapular, eritema tak-beraturan.
c. Eksaserbasi jerawat.
d. Angioma jaring-jaring, eritema palmar.
e. Ginekomastia (kadang-kadang ada pada hepatitis alkoholik).
9. Seksualitas
Gejala:
a. Pola hidup/perilaku meningkatkan resiko terpajan (homoseksual aktif/biseksual pada wanita).
10. Pemeriksaan diagnostik
Tes fungsi hati: abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan: merupakan batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dari non-virus.
AST (SGOT/ALT(SGPT): dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
Darah lengkap: SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
Leukopenia: trombositopenia mungkin ada (splenomegali).
Diferensial darah lengkap: leukositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel plasma.
Alkali fosfatase: agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).
Feses: warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).
Albumin serum: menurun.
Gula darah: hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).
e. Data fokus
I : Terdapat pembesaran pada abdomen kuadran kanan atas.
P : Teraba benjolan pada kuadran kanan atas.
P : Pekak.
A : Tidak terdengar.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkat, menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi di lapangan. Kondisi ini dapat berupa masalah-masalah aktual ataupun potensial (Judith M. Wilkinson, 2007: 15).
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, mengubah (Nursalam, 2008: 59).
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) menyatakan bahwa diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon individu (klien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapi tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan wewenang perawat. Semua diagnosis keperawatan harus didukung oleh data, dimana menurut NANDA diartikan sebagai definisi karateristik (Nursalam, 2008: 59).
Gordon mendefinisikan bahwa diagnosa keperawatan adalah masalah kesahatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan (Nursalam, 2008: 59).
Menurut Marilynn E. Doenges (2001), diagnosa yang mungkin muncul pada klien hepatitis adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan asites, pembesaran hati.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare.
c. Perubahan nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu makan, mual dan muntah.
Menurut Judith M. Wilkinson (2007), diagnosa yang mungkin muncul pada klien hepatitis adalah:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan tekanan diafragma akibat asites.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik, akibat ikterus dan asites.
d. Ketidak efektifan koping individu berhubungan dengan pribadi yang rentan dalam krisis situasi.
e. Defisit perawatan diri berhungan dengan intoleransi aktivitas.
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan gangguan citra tubuh.

3. Perencanaan
Secara sederhana, keperawatan dapat diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi keperawatan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, rencana, keperawatan merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan kepada klien (Nursalam, 2008: 77).
Adapun intevensi dan rasionalnya, yaitu:
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan tekanan diafragma akibat asites.
Tujuan:
Mempertahankan pola pernapasan normal/efektif dan pola nafas adekuat.
Kriteria hasil:
1. Menunjukan pola nafas efektif (lambat dan dalam).
2. Mempunyai respirasi dalam batas normal (R:16-24 kali/menit).
3. Menunjukan status pernafasan ventilasi tidak terganggu.
Intervensi Rasional
1. Pantau frekwensi, kedalaman dan upaya respirasi. 1. Pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen.
2. Auskultasi bunyi nafas tambahan. 2. Kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan.
3. Berikan posisi semi fowler. 3. Memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada diafragma.
4. Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif. 4. Membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak.
5. Pantau adanya pucat dan sianosis. 5. Menunjukan hipoksia dan gagal pernafasan.
6. Kolaborasi dalam pemberian oksigen sesuai indikasi. 6. Mungkin perlu untuk mengobati/mencegah hipoksia.

b. Nyeri akut berhubungan dengan asites, pembesaran hati
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri berkurang/hilang, klien tidak mengeluh nyeri, klien terlihat tenang.


Kriteria hasil:
1. Skala nyeri menjadi 0 (0: tidak ada nyeri, 1: nyeri ringan, 2: nyeri sedang, 3: nyeri berat, 4: nyeri sangat berat).
2. Tanda-tanda vital normal (TD: 100-130/70-90 kali/menit, N: 60-80 kali/menit, RR: 16-24 kali/menit, S: 36,5-37,5º).
Intervensi Rasional
1. Kaji/hubungkan faktor fisik/emosi dari keadaan seseorang. 1. Faktor yang berpengaruh terhadap
keberadaan/persepsi nyeri tersebut.
2. Anjurkan untuk beristirahat dalam ruangan yang tenang. 2. Menurunkan stimulasi yang
berlebihan yang dapat mengurangi nyeri.
3. Catat intensitas nyeri dengan
skala 0-4. 3. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan, merupakan suatu hal yang amat penting dalam tindakan selanjutnya.
4. Ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi.
4. Dengan teknik distraksi dan relaksasi, dapat mengurangi rasa nyeri.

5. Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik, sesuai dengan indikasi. 5. Penanganan pertama dari nyeri secara umum, yang berguna menahan rasa nyeri.

c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan berlebihan melalui muntah dan diare.
Tujuan:
Mempertahankan hidrasi adekuat dengan bukti, membran mokusa mulut lembab, torgur kulit baik, tanda-tanda vital stabil dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat.
Kriteria Hasil:
1. Kekurangan volume cairan dapat teratasi (intek dan output seimbang).
2. Frekuensi nadi dan irama dalam rentang yang diharapkan (N: 60-80 kali/menit).
Intervensi Rasional
1. Kaji stasus hidrasi, turgor kulit dan membrane mukosa. 1. Indikator keadikuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.
Intervensi Rasional
2. Kaji TTV, perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa. 2. Indikator volume sirkulasi/perfusi.
3. Awasi input dan out put cairan. 3. Penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.
4. Berikan sejumlah cairan bila pemasukan peroral dimulai. 4. Meminimalkan kehilangan cairan.
5. Kolaborasi pemberian cairan dan eletrolit. 5. Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki ketidak keseimbangan.

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan hilangnya nafsu makan, mual dan muntah.
Tujuan:
Mempertahankan berat badan yang mengacu pada tujuan yang di inginkan dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi dan menunjukan perbaikan tingkat tinggi.
Kriteria hasil:
1. Berat badan dapat dipertahankan.
2. Toleransi terhadap diet yang dianjurkan.
Intervensi Rasional
1. Berikan makanan sedikit tapi sering dan tawarkan makan pagi paling besar. 1. Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksia. Anoreksia juga paling buruk selama siang hari, membuat makanan yang sulit pada sore hari.
2. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan (misalnya lingkungan tenang saat makan). 2. Lingkungan tenang memberikan minat makan yang lebih.
3. Berikan perawatan mulut sebelum makan. 3. Akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tidak sedap yang menurunkan nafsu makan.
4. Anjurkan makan pada posisi duduk tegak. 4. Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan.
5. Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak. 5. Glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.
Intervensi Rasional
6. Hindari prosedur invasif sebelum makan. 6. Prosedur invasif mengurangi minat makan.
7. Kolaborasi dengan ahli diet seperti konsultasi pada ahli diet masukan lemak dan protein sesuai toleransi. 7. Berguna dalam program diet untuk memenuhi kebutuhan individu seperti perlunya pembatasan lemak saat diare dan pembatasan protein diindikasikan pada penyakit berat (hepatitis kronis).

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu melakukan peningkatan toleransi aktivitas.
Kriteria hasil:
1. Intoleransi aktivitas dapat diatasi.
2. Melakukan aktivitas kecil seperti ROM aktif.
3. Menunjukan prilaku yang mampu kembali melakukan aktivitas.
Intervensi Rasional
1. Kaji respon emosi, sosial dan spiriritual terhadap aktivitas. 1. Mengetahui tingkat perubahan aktivitas klien.
2. Tingkatkan tirah baring /duduk, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai keperluan. 2. Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan.
3. Ubah posisi dengan sering. 3. Meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.
4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan ROM. 4. Tirah baring lama menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat.
5. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi. 5. Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam hal pemberian obat sesuai indikasi seperti sedatif (diazepam). 6. Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur.

f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik, akibat ikterus dan asites.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien mampu melakukan peningkatan perawatan kulit dan menunjukan tingkat kesembuhan yang baik.
Kriteria Hasil:
1. Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
2. Melakukan pemahaman perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
3. Kerusakan kulit dapat dicegah.
4. Tidak terjadi lesi ataupun bila terjadi luka dapat menunjukan tingkat kesembuhan yang baik.
Intervensi Rasional
1. Pantu kulit dari adanya ruam, lecet, warna, suhu. 1. Perubahan kulit menunjukan peradangan.
2. Ubah posisi sering ditempat tidur. 2. Memperbaki sirkulasi/menurunkan waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
3. Pantau kelembapan atau kekeringan yang berlebihan. 3. Terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat kerusakan.
4. Gunakan kasur penurun tekanan (busa). 4. Meminimalkan terjadinya tekanan pada area.
5. Gunakan air mandi dingin dan pemakaian baby oil setelah mandi. 5. Mencegah kulit kering berlebihan.
6. Hindari komentar tentang penampilan klien. 6. Meminimalkan stress psikologis sehubungan dengan perubahan kulit.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam hal pemberian obat sesuai indikasi seperti antihistamin (metdilazin). 7. Membantu menghilangkan gatal.

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesadaran, mefasilitasi koping (Nursalam, 2008: 127).

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan implementasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapi tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respons klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan (Nursalam, 2008: 135).

6. Dokumentasi
Pendokumentasian adalah salah satu tugas dan tanggung jawab perawat. Tetapi akhir-akhir ini tanggung jawab perawat terhadap dokumentasi sudah berubah, akibatnya isi dan fokus dokumentasi telah dimodifikasi. Oleh karena tersebut, maka perawat perlu menyusun suatu model dokumentasi yang baru, lebih efesien dan lebih bermakna dalam pencatatan dan penyimpanan.
Komponen model dokumentasi yang digunakan mencakup tiga aspek, yaitu keterampilan berkomunikasi, keterampilan mendokumentasikan proses keperawatan, dan standar dokumentasi (Nursalam, 2008: 143).
Dimana pendokumentasian dilakukan pada saat pemberian asuhan keperawatan dalam setiap proses keperawatan sebagai bukti legalisasi tindakan dalam aspek hukum.

ASKEP HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Penyakit
1. Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses percernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
Susunan saluran pencernaan terdiri dari :
a. Oris (mulut)
b. Faring (tekak)
c. Esofagus (kerongkongan)
d. Ventrikulus (lambung)
e. Intestinum minor (usus halus)
1) Doudenum (usus duabelas jari)
2) Yeyenum
3) Ileum
f. Intestinum mayor (usus besar)
1) Seikum
2) Kolon asendens
3) Kolon transversum
4) Kolon desendens
5) Kolon sigmoid
g. Rektum
h. Anus


Gambar 2.1
Anatomi Saluran Pencernaan


Menurut Syaifuddin (2006 : 177) anatomi fisiologi saluran pencernaan adalah :
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari bagian luar yang sempit yaitu ruang antara gigi, dan pipi dan bagian rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya olehg tulang maksilaris, palatum dan mandibularis.
Pipi dan bibir mengandung otot-otot yang diperlukan dalam proses pengunyahan dan bicara, lidah membentuk rantai dari mulut yang berfungsi sebagai alat pengecapan, untuk rasa, dan sebagai alat bantu untuk bicara, menelan/melumatkan bahan makanan dalam rongga mulut. Sedangkan gigi berfungsi sebagai pemotong makanan (menolong dalam proses pencernaan).
Dalam rongga mulut terdapat 3 kelenjar ludah yang besar, yaitu kelenjar parotis, terletak disebelah bawah daun telinga diantara alat pengunyah dengan kulit pipih. Cairan ludah hasil sekresinya dikeluarkan melalui duktus stensen ke dalam rongga mulut melalui satu lubang dihadapan gigi molar kedua atas. Kelenjar sublingualis terletak di bawah lidah, salurannya (duktus rinivus) menuju lantai rongga mulut dibelakang gigi seri pertama, sedangkan kelenjar submandibularis terletak di belakang dan kesamping dari kelenjar sublingualis, salurannya (duktus wharton) menuju ke lantai rongga mulut di belakang gigi seri pertama
b. Faring (Tekak)
Faring (tekak) terletak di belakang hidung, mulut, dan tenggorokan, tekak berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan membran berotot dengan bagian terlebar di sebelah atas dan berjalan dari dasar tenggorokan sampai di ketinggian vertebral servikalis keenam, yaitu ketinggian tulang rawan krikoid, tempat faring bersambung dengan kerongkongan, panjang faring kira-kira 7 cm. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan dari infeksi (Syaifuddin, 2006 : 170)

c. Esofagus (kerongkongan)
Kerongkongan adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya 25 cm dengan garis tengah 2 cm, dimulai dari faring sampai pintu masuk kardiak lambung dibawah. Kerongkongan terletak di belakang trakea dan didepan tulang punggung. Setelah melalui torak menembus diafragma untuk masuk ke dalam perut dan menyambung dengan lambung, esofagus berfungsi mengantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung. (Syaifuddin, 2006 : 170)

d. Lambung
Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar, terletak di dalam rongga perut agak sebelah kiri/dibawah diafragma, di depan pankreas, bentuk ukuran dan posisi sangat tergantung pada bentuk tubuh, sikap dan derajat peregangan lambung, sedangkan kapasitas normal lambung adalah 1-2 liter. Anatomi lambung terdiri dari fundus, korpus, dan filorus, sedangkan fungsi lambung adalah menerima makanan dari esofagus melalui orifisium kardiak dan bekerja sebagai penimbun sementara makanan. (Syaifuddin, 2006 : 170)

e. Usus Halus
Halus memanjang dari lambung sampai katub ileo-kolika, tempat bersambung usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar. Fungsi usus halus adalah mencerna dan menyerap "khime" dari lambung. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu :
1) Duodenum (usus 12 jari)
Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm berbentuk sepatu kuda. Pada usus halus ini bermuara dua saluran yaitu saluran getah pankreas dan saluran empedu. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam usus 12 jari pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika. Getah empedu berfungsi untuk mengemulsi lemak, getah pankreas menghasilkan enzim pencernaan yaitu amilase untuk mengubah zat tepung menjadi gula, tripsin untuk mengubah protein menjadi asam amino, lifase untuk mengubah lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
2) Yeyenum
Yeyenum menempati dua perlima sebelah atas dari usus halus. Pada bagian ini pencernaan diselesaikan secara kimiawi.
3) Ileum
Ileum menempati tiga perlima akhir. Pada bagian ini sari-sari makanan hasil proses pencernaan diserap, makanan diserap oleh jonjot usus. Asam amino, glukosa, vitamin, garam, dan mineral diangkut oleh kapiler darah. (Syaifuddin, 2006 : 172 – 173)

f. Usus Besar
Usus besar panjangnya kurang lebih 1,5 meter dan lebar 5-6 cm. Usus besar terdiri dari :
1) Sekum
Sekum adalah bagian pertama dan pertemuan dengan ileum. Di bawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing yang panjang 6 cm.
2) Kolon asendens
Kolon asendens panjangnya 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas kiri ileum ke bawah hati. Dibawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
3) Kolon transversum
Kolon tranfersum panjangnya kurang lebih 38 cm membujur dari kolom asendens. Kolon asendens berada di bawah abdomen sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura linealis.
4) Kolon desendens
Kolon desendens panjangnya kurang lebih 25 cm terletak dibawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai depan ileum kiri bersambung dengan kolon sigmoid.
5) Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolom desendens, Kolon sigmoid terletak miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum. Dari keseluruhan fungsi usus besar adalah menyerap air dan makanan, tempat tinggal bakteri coli dan tempat feces.
g. Rektum
Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis.


h. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter :
1) Sfingter ani internus (sebelah atas) bekerja tidak menurut kehendak
2) Sfingter levator ani bekerja tidak menurut kehendak
3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak (Syaifuddin, 2006 : 170)

2. Konsep Dasar Penyakit Tifoid
a. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan denan gejala dernam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, gangguan kesadaran (Suriadi dan Yuliani, 2006 : 254)
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasannya mengenai cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. (Nursalam, 2005 : 152)
Sedangkan menurut Soegianto (2002) demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus.


Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan olah bakteri yang terjadi pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan dapat disertai gangguan kesadaran.
b. Etiologi
Penyebabnya penyakit demam tifoid adalah salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen o, antigen h, dan antigen Vi (Nursalam, 2005 : 152 – 153).
Penyebabnya adalah salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora, dengan masa inkubasi 10 – 20 hari. (Suriadi dan Yuliani, 2006 : 255)
c. Patofisiologi
1) Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus, kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer) dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa, dan organ-organ lainnya.
2) Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa organ jaringan tubuh, terutama limpa, usus halus, dan kandung empedu.
3) Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player, ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks peyer. Minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik, ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus, selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar.
4) Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi dan Yuliani, 2006 : 254 – 255)






Secara skerna menurut Suriadi dan Yuliani, (2006) Pohon masalah sebagai berikut :

salmonella typhosa

masuk melalui mulut ke saluran pencernaan

diserap usus halus

bakteri memasuki aliran darah sistemik

endotoksin

kelenjar limfoid hati limpa demam
usus halus



tukak hepatomegali splenomegali



pendarahan dan nyeri perabaan
perforasi


Gambar 2.3
Skema Patofisiologi Demam Tifoid

d. Tanda dan Gejala
1) Nyeri kepala, lemah, letih, lesu, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi, atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk.
2) Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi nari.
3) Gangguan pada saluran cerna.
4) Gangguan kesadaran : Penurunan kesadaran ( Apatis, Somnolen)
5) Bintik-bintik merah pada kulit akibat emboli basil dalam kapiler kulit.
6) Epistaksis.
( Suriadi. Dkk. 2006: 255-256)
Pada kasus ini terdapat demam pada minggu pertama biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga.
Lidah kotor yang ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan biasanya terdapat konstipasi atau mungkin bisa diare.
(Mubin, Halim. 2007 : 31)

e. Komplikasi
1) . Usus : Perdarahan usus, melena, perforasi usus, peritonitis.
2) . Organ lain : Meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia.
( Suriadi, dkk, 2006: 255)
Menurut Mubin, Halim (2007) komplikasi lain yang bisa terjadi
pada penyakit demam tifoid adalah gangguan mental, syok septik, hepatitis, arthritis.

f. Penatalaksanaan
1. Medik
a) Isolasi pasien, desinfeksi pakaian.
b) Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali.
c) Diet, makanan harus mengandung cairan, kalori dan tinggi protein, tidak mengandung banyak serat dan tidak menimbulkan banyak gas.
d) Obat pilihan yaitu Kloramfenikol dengan dosis tinggi 100 mg l kg BB / hari ( maksimum 2 gr / hari ) diberikan 4 kali sehari peroral atau intravena.
e) Bi1a terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. ( Ngastiyah, 1997 :158 - 159 ).
2. Keperawatan
Penyakit demam tifoid adalah penyakit yang menular melalui feses dan urin dan disebarkan oleh lalat, karena itu pasien harus dirawat dalam kamar yang terisolasi, dilengkapi peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular tersebut, seperti : desinfektan dan yang merawat pasien agar memakai celemek. Masalah yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan cairan dan nutrisi, serta elektrolit, suhu tubuh, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi komplikasi dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit. (Nursalam, 2005 : 159)
Menurut Suriadi (2006) Penatalaksanaan medis yang lain :
- Isolasi, disenfeksi pakaian dan ekskreta
- Tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan berjalan.
- Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein, tidak boleh mengandung serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
- Obat terpilih adalah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari.

g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan uji serologis : dengan tes widal yang mengukur antoibodi aglutinasi terhadap antigen O dan H.
2. Pemeriksaan isolasi kuman : Dilakukan biakan dari berbagai macam tempat tubuh (Soegijanto, Soegeng. 2002 : 27 – 29)

Menurut Suriadi ( 2006 ). Pemeriksaan penunjang pada demam tifoid adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan sumsum tulang - menunjukkan gambaran hiperaktif Sumsum tulang.
2. Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhi pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut - turut tidak didapatkan basil salmonella typhi pada urin dan tinja, maka klien dinyatakan betul - betul sembuh.
3. Pemeriksaan widal didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah satu per dua ratus atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetah tinggi setelah dilakukan imunisasi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kasus Demam Tifoid
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. (Nursalam, 2001 : 17).
Pengkajian pada kasus demam tifoid adalah sebagai berikut :
a. Identitas klien
Umur, jenis kelamin, usia, tempat tinggal. Menurut sumber, penyakit demam tifoid yang sering terjadi pada pasien anak adalah berusia di atas satu tahun. ( Ngastiyah, 1997 : 155)
b. Keluhan Utama
Demam ± 7 hari, tidak nafsu makan, mual dan muntah serta perasaan tidak enak di perut. ( Mansjoer, Arif 2001; 422 ).
c. Riwayat kesehatan sekarang,
Demam yang berlangsung lebih kurang tujuh hari pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. ( Nursalam, 2005 : 154)
d. Riwayat kesehatan keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah diderita oleh keluarga pasien selain penyakit demam tifoid
e. Riwayat kesehatan dahulu
Menanyakan pada keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita sekarang pernah dialami atau tidak.
f. Riwayat anak
1) Masa Prenatal
Masa janin, dimana ibu memeriksakan kehamilannya, berapa kali memeriksakan kehamilan pada trimester I, II, dan ke III serta dimana tempat memeriksakan kehamilannya, apakah dipuskesmas, bidan, atau dokter.
2) Masa Intra - Natal
Dimana tempat pada saat ibu melahirkan, apakah ditolong oleh bidan atau dokter rumah sakit, Apakah melahirkan dalam keadaan normal.
3) Masa Post - Natal
Masa setelah melahirkan, berapa berat badan lahir hayi , Berapa panjang badan bayi, apakah lahir dalam keadaan cacat atau tidak.
g. Riwayat Imunisasi
Perawat menanyakan kepada orang tua pasien apakah pemberian imunisasinya lengkap atau tidak, kalau belum lengkap imunisasi apa saja yang belum diberikan dan imunisasi apa yang sudah diberikan.
h Riwayat Tumbuh Kembang
Pada pasien anak dengan demam tifoid akan terhambat pertumbuhannya pada tinggi dan berat badan karena pasien mengalami anoreksia, lidah kotor, mual dan muntah, serta meteorismus. Sehingga nutrisi tidak bisa masuk secara adekuat kedalam tubuhnya. Masalah perkembangan yang dialami mengakibatkan menurunnya kemampuan yang dimiliki. Seperti terbatasnya rentang gerak, genggaman tangan yang kurang kuat, refleksnya menurun, ADLnya dibantu oleh orang tua, tidak dapat mempertahankan keseimbangan berjalan dan aktivitas bersosialisasi serta interaksinya seperti bermain dan belajar terhambat. Hal tersebut berhubungan dengan bakteri Salmonella Typosa yang berkembang biak didalam tubuh melalui aliran darah sistemik
i. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus demam tifoid menurut pola Gordon.
1. Pola persepsi kesehatan
Menggambarkan persepsi pasien dan penanganan kesehatan dan kesejahteraan.
DS : Alasan masuk rumah sakit, riwayat medik dan sosial, harapan pemberi perawatan kesehatan, pengobatan saat ini yang tidak berhubungan dengan diagnosa saat masuk rumah sakit, persepsi klien tentang status kesehatan dan kesejahteraan
DO : Pengamatan umum, hitung sel darah putih, kemampuan menyusun tujuan : pengetahuan tentang praktik kesehatan, hygiene, dan umur.
Menurut Nursalam, (2005):
DS : Pasien / Orang tua pasien pada umumnya mengatakan suhu tubuh anaknya meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari
DO: Anak tampak lemah dan berbaring dengan tenang ataupun gelisah.


2. Pola nutrisi metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit , kondisi kulit, rambut dan kuku.
DS : Masukan lemak / masukan natrium, nafsu makan, masalah dengan makan, menelan dan pencernaan, mual, perawatan rutin, pengamatan terhadap rambut, kulit, kuku dan mulut. Makanan yang alergi, perubahan berat badan, makanan kesukaan.
DO : Diet yang dianjurkan, kemampuan menelan, muntah, masukan dan keluaran.
Menurut Suriadi, dkk ( 2006)
DS : Pasien / orang tua pasien pada umumnya mengatakan bahwa anaknya tidak mau makan perasaan tidak enak diperut, mual dan muntah.
DO : Anak tidak mau makan dan selalu memuntahkannya.
3. Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi usus, kandung kemih dan kulit.
DS : Frekuensi, nokturia, karakteristik keluaran urin yang biasa, masalah berkemih, pola masukan cairan, infeksi Saluran kencing, frekuensi dan karakteristik feses yang biasa, masalah dengan konstipasi / diare.
DO : Jumlah urin, warna, bau, berat jenis, jumlah feses, warna dan
konsistensi. Kandung kemih teraba masukan dan keluaran, abdomen lemas, distensi, nyeri tekan, bising usus.
Menurut Nursalam, ( 2005 ) :
DS : Pasien / orang tua pasien pada umumnya mengatakan bahwa anaknya tidak bisa berak ( konstipasi ) tetapi mungkin normal bahkan juga terjadi diare.
DO : Anak tampak diare / konstipasi
4. Pola aktivitas
Menggarnbarkan pola latihan dan aktivitas fungsi pernapasan dan sirkulasi.
DS : Napas pendek saat latihan, riwayat asma, pola latihan yang biasa dilakukan, aktivitas diwaktu luang, aktivitas sejak sakit keterbatasan aktivitas sehari - hari, kecukupan energi untuk melakukan aktivitas.
DO : Frekuensi, kedalaman, dan irama pernapasan, bunyi nafas, rentang gerak, kekuatan, postur, genggaman tangan, refleks, masalah berjalan, kemampuan melakukan aktivitas sehari - hari, makan, mandi, buang air, keseimbangan berjalan.
Menurut Suriadi, dkk ( 2006).
DS : Pasien / orang tua pasien pada umumnya mengatakan bahwa aktivitasnya selalu dibantu orang lain berhubungan dengan keadaan lemah dan lesu.

DO : Aktivitas paien selalu dibantu orang lain.
5. Pola tidur - istirahat
Menggambarkan pola tidur istirahat dan persepsi tentang tingkat energi.
DS : Kebiasaan lama tidur, istirahat untuk aktivitas sehari -hari, keluhan mengantuk, mengeluh letih, tidur rutin.
DO : Waktu tidur / tidur siang yang diamati sering menguap lingkaran gelap di bawah mata, ptosis kelopak mata, rentang perhatian.
Menurut Nursalam (2005)
DS : Pasien / orang tua pasien pada umumnya mengatakan suhu tuhuh anaknya meningkat sehingga tidur dan istirahatnva terganggu.
DO : Anak tampak selalu menguap.
6. Pola kognitif- perseptual
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan, penghidu, tingkat persepsi nyeri, bahasa memori dan pengambil keputusan.
DS : Masalah sensori dan perseptual ; pendengaran, penglihatan, peraba, penghidu, dan pcngecapan, tingkat pendidikan, pcrsepsi nyeri dan penanganan nyeri, pemakaian alat bantu dengar atau kacamata, kehilangan bagian tubuh atau fungsinya.
DO : Kemampuan melihat, mendengar, menghidu, merasakan, tingkat kesadaran, aktivitas kejang, kemampuan untuk mengikuti, kemampuan mengambil keputusan, memperlihatkan kesadaran bagian - bagian tubuh yang akurat.
Menurut Nursalam (2005)
DS : Pasien / orang tua pasien pada umumnya mengatakan indera pengecapannya terganggu sehingga tidak mau makan.
DO : Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan.
7. Pola persepsi diri / konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan.
DS : Sikap tentang diri, dampak sakit terhadap diri, keinginan untuk mengubah diri, gugup atau relaks, merasa tak berdaya.
DO : Postur tubuh, kontak mata, ekspresi wajah, isyarat - isyarat non verbal perubahan harga diri, ekspresi wajah.
8. Pola peran huhungan
Menggambarkan keefektifan peran dan hubungan dengan orang tua, saudara dan teman-temannya di rumah.
DS : Keefektifan hubungan dengan orarng tua, efek perubahan peran terhadap hubungan kepada saudara dan tema-temannya di rumah.
DO : Interaksi yang diamati, tingkah laku yang pasif / agresif terhadap orang lain
9. Pola seksualitas reproduksi
Menggambarkan rnasalah yang berhubungan dengan seksualitas.
DS : Dampak sakit terhadap seksualitas, pemeriksaan payudara pruritus, riwayat penyakit lainnya.
DO: Pemerikasaan payudara, pemeriksaan testis, pemeriksaan genetalia, lest, drainase.
10. Pola koping - toleransi stress
Menggarnbarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan sistem pendukung dari orang tua.
DS : Stressor pada tahun lalu, metode koping yang biasa digunakan, penggunaan obat resep dokter dan obat ilegal untuk mengatasi stress, sistem pendukung, efek penyakit terhadap tingkat stress.
DO : Interaksi dengan orang tua, pergerakan kinetik, menangis, bersuara, ekspresi, tidak ada kontak mata, berjalan bolak balik.
11. Pola nilai - kcpcrcayaan
Menggambarkan sistem spritual, nalar dan kepercayaan.
DS : Agama, sprituralitas, kegiatan keagamaan dan budaya.
DO: Mencari bantuan spiritual, bukti melaksanakan nilai dan
k epercayaan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan risiko tinggi (Doengoes, Marilynn. E, 1999: 8),
Diagnosa keperawatan yang timbul menurut Suriadi dan Yuliani ( 2000) adalah sebagai herikut :
a. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
d. Defisit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit.
Sedangkan menurut Ngastiyah ( 1997 ) diagnosa yang sering muncul sebagai berikut :
a. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme sekunder terhadap rangsangan sintesis dan pelepasan zat pirogen,
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hipertermi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan cairan.
f. Defisit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit.
g. Cemas berhubungan dengan orang tua, lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stress.
Dari kesimpulan di atas bahwa diagnosa yang dapat diangkat pada penyakit demam tifoid :
a. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung.
c. Hipertermi herhubungan dengan proses infeksi,
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hipertermi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
f: Defisit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit.
g. Cemas berhubungan dengan orang tua, lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stress. g. Cemas berhubungan dengan orang tua, lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stress.



3. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu dokumen tulisan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi, perencanaan meliputi pengembangan strategi, desain untuk mencegah mengurangi atau mengoreksi masalah - masalah yang diidentifikasi pada diagnosa. ( Nursalam, 2001 :5 ).
Perencanaan yang dilaksanakan pada kasus demam tifoid ini diambil dari buku Rencana Asuhan Keperawatan (Doengoes, Marilynn. E, 1999) terdiri dari :
a. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan meningkatnya suhu tubuh.
Tujuan : Mempertahankan atau menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik
Dengan kriteria : Tidak menunjukkan tanda - tanda dehidrasi, pemasukan dan pengeluaran cairan seimbang.







Intervensi Rasional
1)



2)



3)


4)



5)
Anjurkan untuk sering minum
air.

Berikan perawalan mulut
sering.


Pantau tanda-tanda vital.


Pertahankan masukan dan
keluaran cairan.


Kolaborasi dengan tim medis
pemberian cairan IV. 1)



2)



3)


4)



5) Meminimalkan kehilangan
cairan dan menurunkan suhu tubuh.

Dehidrasi mengakibatkan
bibir kering dan pecah-
pecah.

Mengetahui perkembangan
klien.

Memberikan informasi ~
tentang kebutuhan cairan ~
tubuh.

Memberikan cairan untuk
mementthi kebutuhan.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu.
Dengan kriteria : Nafsu makan bertambah, berat badan tidak menurun 1agi, pasien lidak merasa mual dan muntah lagi


1.



2.


3.



4.



5.


Intervensi

Anjurkan pada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi sedikit tapi sering

Timbang berat badan setiap hari


Pertahanjan kebersihan mulut



Anjurkan istirahat sebelum makan


Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit

1.



2.


3.



4.



5. Rasional

Porsi kecil tapi sering mencegah rangsangan muntah

Memberikan informasi kebutuhan diet

Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan


Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan

Intake nutrisi yang adekuat mempercepat proses penyembuhan

c. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan endotoksin oleh kuman salmonella thyposa
Tujuan : Suhu tubuh kembali dalam batas normal
Demikian kriteria : Badan pasien tidak panas lagi, suhu tubuh normal 36 – 37 C


1.


2.



3.


4.


5.


Intervensi

Kaji penyebab demam


Obervasi tanda-tanda vital terutama suhu


Beri kompres hangat atau air biasa

Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat

Kolaborasi pemberian obat anti piretik

1.


2.



3.


4.


5. Rasional

Mempermudah tindakan selanjutnya

Mengetahui tingkat perkembangan klien


Pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi

Mencegah terjadinya peningkatan suhu tubuh

Untuk mempercepat proses penyembuhan dan menurunkan suhu tubuh

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hipertermi
Tujuan : Dapat beristirahat yang cukup dan mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dan menurunkan suhu tubuh kembali dalarn batas.
Dengan kriteria : Pasien bisa tidur dengan tenang, suhu tubuh dalam batas normal



1.


2.



3.


4.


5.


Intervensi

Tentukan kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi

Berikan suasana yang tenang dan nyaman


Dukung kelanjutan kebiasaan sebelum tidur

Kurangi kebisingan di ruangan


Berikan tingkat regimen kenyamanan waktu tidur (minum susu hangat)

1.


2.



3.


4.


5. Rasional

Mengidentifikasi intervensi yang tepat

Suasana tenag memberikan kenyamanan dan rasa nyaman

Meningkatkan relaksasi dan kesiapan tidur

Memberikan situasi kondusif untuk tidur

Meningkatkan efek relaksasi dan membantu pasien tidur lebih lama

e. Intoleransi aktivitas berhubungan kelemahan fisik
Tujuan. : Menunjukkan perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
Dengan kriteria : Pasien tidak merasa lemah, pasien sudah dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan orang lain.


1.




2.



3.



4.

Intervensi

Tingkatkan tirah baring /duduk, berikan lingkungan tenang



Ubah posisi dengan sering



Pertahankan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat


Hindari aktivitas yang berlebihan

1.




2.



3.



4.

Rasional

Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan

Perubahan posisi dapat membantu menghilangkan kekakuan otot

Memperbaiki pertahanan tubuh dan meningkatkan proses penyembuhan

Untuk mempercepat proses penyembuhan

f. Defisit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
Dengan kriteria : Orang tua pasien mengerti setelah diberikan penjelasan tentang proses penyakit.




1.





2.





3.


4.


Intervensi

Kaji kesiapan orang tua mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anaknya


Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan aktivitas

Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan

Berikan penjelasan tentang pentingnya hidup bersih dan lingkungan yang bersih

1.





2.





3.


4.


Rasional

Efektifitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya

Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi orang tua tentang proses perawatan anak

Meningkan pemahaman dan partisipasi keluarga

Lingkungan yang bersih dapat mengurangi timbulnya penyakit

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2001 : 63)
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan intervensi yang diharapkan demi tercapainya keberhasilan dalam asuhan keperawatan dengan basil yang memuaskan baik bagi pasien, keluarga, perawat atau dokter.
Pelaksanaan pada pasien dengan demam tifoid menurut Ngastiyah (1997)
1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian.

2. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu tubuh normal kembali.
3. Diet, makanan harus mengandung cairan, kalori dan tinggi protein, tidak mengandung banyak serat dan tidak menimbulkan banyak gas.
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasii dicapai (Nursalam, 2001:71). Evaluasi yang dapat diambil dari proses keperawatan adalah sehagai berikut :
a. Suhu tubuh pasien kembali dalam batas normal.
Dengan kriteria : l. Badan pasien tidak panas lagi.
2. Suhu tubuh normal 36 -37 C.
b. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Dengan kriteria : 1. Nafsu makan pasien bertambah.
2. Pasien tidak merasa mual dan tidak muntah lagi.
3. Berat badan tidak menurun lagi.
c. Pola tidur dapat terpenuhi
Dengan kriteria : 1. Pasien bisa tidur dengan tenang
2. Suhu tubuh dalam batas normal
d. Klien dapat beraktivitas seperti biasa
Dengan kriteria : 1. Pasien tidak merasa lemah lagi
2. Pasien sudah dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan orang lain

e. Resiko kekurangan volume cairan dapat teratasi
Dengan kriteria : 1. Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi
2. Pemasukan dan pengeluaran cairan seimbang
f. Defisit pengetahuan orang tua terhadap anaknya dapat terpenuhi
Dengan kriteria : 1. Orang tua pasien mengerti setelah diberikan penjelasan tentang proses penyakit

6. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian integral proses bukan sesuatu yang berbeda dari metode problem solving. Dokumen proses keperawatan mencakup kajian identifikasi masalah, perencanaan dan tindakan. Perawat kemudian mengobservasi dan mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan yang diberikan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada tenaga kesehatan lainnya (Nursalam, 2001 : 79 ).