Powered By Blogger

Minggu, 12 September 2010

ASKEP HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Penyakit
1. Anatomi Fisiologi Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses percernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.
Susunan saluran pencernaan terdiri dari :
a. Oris (mulut)
b. Faring (tekak)
c. Esofagus (kerongkongan)
d. Ventrikulus (lambung)
e. Intestinum minor (usus halus)
1) Doudenum (usus duabelas jari)
2) Yeyenum
3) Ileum
f. Intestinum mayor (usus besar)
1) Seikum
2) Kolon asendens
3) Kolon transversum
4) Kolon desendens
5) Kolon sigmoid
g. Rektum
h. Anus


Gambar 2.1
Anatomi Saluran Pencernaan


Menurut Syaifuddin (2006 : 177) anatomi fisiologi saluran pencernaan adalah :
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari bagian luar yang sempit yaitu ruang antara gigi, dan pipi dan bagian rongga mulut/bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya olehg tulang maksilaris, palatum dan mandibularis.
Pipi dan bibir mengandung otot-otot yang diperlukan dalam proses pengunyahan dan bicara, lidah membentuk rantai dari mulut yang berfungsi sebagai alat pengecapan, untuk rasa, dan sebagai alat bantu untuk bicara, menelan/melumatkan bahan makanan dalam rongga mulut. Sedangkan gigi berfungsi sebagai pemotong makanan (menolong dalam proses pencernaan).
Dalam rongga mulut terdapat 3 kelenjar ludah yang besar, yaitu kelenjar parotis, terletak disebelah bawah daun telinga diantara alat pengunyah dengan kulit pipih. Cairan ludah hasil sekresinya dikeluarkan melalui duktus stensen ke dalam rongga mulut melalui satu lubang dihadapan gigi molar kedua atas. Kelenjar sublingualis terletak di bawah lidah, salurannya (duktus rinivus) menuju lantai rongga mulut dibelakang gigi seri pertama, sedangkan kelenjar submandibularis terletak di belakang dan kesamping dari kelenjar sublingualis, salurannya (duktus wharton) menuju ke lantai rongga mulut di belakang gigi seri pertama
b. Faring (Tekak)
Faring (tekak) terletak di belakang hidung, mulut, dan tenggorokan, tekak berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan membran berotot dengan bagian terlebar di sebelah atas dan berjalan dari dasar tenggorokan sampai di ketinggian vertebral servikalis keenam, yaitu ketinggian tulang rawan krikoid, tempat faring bersambung dengan kerongkongan, panjang faring kira-kira 7 cm. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan dari infeksi (Syaifuddin, 2006 : 170)

c. Esofagus (kerongkongan)
Kerongkongan adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya 25 cm dengan garis tengah 2 cm, dimulai dari faring sampai pintu masuk kardiak lambung dibawah. Kerongkongan terletak di belakang trakea dan didepan tulang punggung. Setelah melalui torak menembus diafragma untuk masuk ke dalam perut dan menyambung dengan lambung, esofagus berfungsi mengantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung. (Syaifuddin, 2006 : 170)

d. Lambung
Lambung adalah bagian dari saluran pencernaan yang dapat mekar, terletak di dalam rongga perut agak sebelah kiri/dibawah diafragma, di depan pankreas, bentuk ukuran dan posisi sangat tergantung pada bentuk tubuh, sikap dan derajat peregangan lambung, sedangkan kapasitas normal lambung adalah 1-2 liter. Anatomi lambung terdiri dari fundus, korpus, dan filorus, sedangkan fungsi lambung adalah menerima makanan dari esofagus melalui orifisium kardiak dan bekerja sebagai penimbun sementara makanan. (Syaifuddin, 2006 : 170)

e. Usus Halus
Halus memanjang dari lambung sampai katub ileo-kolika, tempat bersambung usus besar. Usus halus terletak di daerah umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar. Fungsi usus halus adalah mencerna dan menyerap "khime" dari lambung. Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu :
1) Duodenum (usus 12 jari)
Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm berbentuk sepatu kuda. Pada usus halus ini bermuara dua saluran yaitu saluran getah pankreas dan saluran empedu. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk ke dalam usus 12 jari pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika. Getah empedu berfungsi untuk mengemulsi lemak, getah pankreas menghasilkan enzim pencernaan yaitu amilase untuk mengubah zat tepung menjadi gula, tripsin untuk mengubah protein menjadi asam amino, lifase untuk mengubah lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
2) Yeyenum
Yeyenum menempati dua perlima sebelah atas dari usus halus. Pada bagian ini pencernaan diselesaikan secara kimiawi.
3) Ileum
Ileum menempati tiga perlima akhir. Pada bagian ini sari-sari makanan hasil proses pencernaan diserap, makanan diserap oleh jonjot usus. Asam amino, glukosa, vitamin, garam, dan mineral diangkut oleh kapiler darah. (Syaifuddin, 2006 : 172 – 173)

f. Usus Besar
Usus besar panjangnya kurang lebih 1,5 meter dan lebar 5-6 cm. Usus besar terdiri dari :
1) Sekum
Sekum adalah bagian pertama dan pertemuan dengan ileum. Di bawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing yang panjang 6 cm.
2) Kolon asendens
Kolon asendens panjangnya 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas kiri ileum ke bawah hati. Dibawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
3) Kolon transversum
Kolon tranfersum panjangnya kurang lebih 38 cm membujur dari kolom asendens. Kolon asendens berada di bawah abdomen sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura linealis.
4) Kolon desendens
Kolon desendens panjangnya kurang lebih 25 cm terletak dibawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai depan ileum kiri bersambung dengan kolon sigmoid.
5) Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolom desendens, Kolon sigmoid terletak miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum. Dari keseluruhan fungsi usus besar adalah menyerap air dan makanan, tempat tinggal bakteri coli dan tempat feces.
g. Rektum
Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis.


h. Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter :
1) Sfingter ani internus (sebelah atas) bekerja tidak menurut kehendak
2) Sfingter levator ani bekerja tidak menurut kehendak
3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak (Syaifuddin, 2006 : 170)

2. Konsep Dasar Penyakit Tifoid
a. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan denan gejala dernam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, gangguan kesadaran (Suriadi dan Yuliani, 2006 : 254)
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasannya mengenai cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran. (Nursalam, 2005 : 152)
Sedangkan menurut Soegianto (2002) demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus.


Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan olah bakteri yang terjadi pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan dapat disertai gangguan kesadaran.
b. Etiologi
Penyebabnya penyakit demam tifoid adalah salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen o, antigen h, dan antigen Vi (Nursalam, 2005 : 152 – 153).
Penyebabnya adalah salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora, dengan masa inkubasi 10 – 20 hari. (Suriadi dan Yuliani, 2006 : 255)
c. Patofisiologi
1) Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus, kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer) dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa, dan organ-organ lainnya.
2) Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa organ jaringan tubuh, terutama limpa, usus halus, dan kandung empedu.
3) Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks player, ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks peyer. Minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik, ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus, selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar.
4) Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi dan Yuliani, 2006 : 254 – 255)






Secara skerna menurut Suriadi dan Yuliani, (2006) Pohon masalah sebagai berikut :

salmonella typhosa

masuk melalui mulut ke saluran pencernaan

diserap usus halus

bakteri memasuki aliran darah sistemik

endotoksin

kelenjar limfoid hati limpa demam
usus halus



tukak hepatomegali splenomegali



pendarahan dan nyeri perabaan
perforasi


Gambar 2.3
Skema Patofisiologi Demam Tifoid

d. Tanda dan Gejala
1) Nyeri kepala, lemah, letih, lesu, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi, atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk.
2) Demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi nari.
3) Gangguan pada saluran cerna.
4) Gangguan kesadaran : Penurunan kesadaran ( Apatis, Somnolen)
5) Bintik-bintik merah pada kulit akibat emboli basil dalam kapiler kulit.
6) Epistaksis.
( Suriadi. Dkk. 2006: 255-256)
Pada kasus ini terdapat demam pada minggu pertama biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam turun secara berangsur-angsur pada minggu ketiga.
Lidah kotor yang ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan biasanya terdapat konstipasi atau mungkin bisa diare.
(Mubin, Halim. 2007 : 31)

e. Komplikasi
1) . Usus : Perdarahan usus, melena, perforasi usus, peritonitis.
2) . Organ lain : Meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia.
( Suriadi, dkk, 2006: 255)
Menurut Mubin, Halim (2007) komplikasi lain yang bisa terjadi
pada penyakit demam tifoid adalah gangguan mental, syok septik, hepatitis, arthritis.

f. Penatalaksanaan
1. Medik
a) Isolasi pasien, desinfeksi pakaian.
b) Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali.
c) Diet, makanan harus mengandung cairan, kalori dan tinggi protein, tidak mengandung banyak serat dan tidak menimbulkan banyak gas.
d) Obat pilihan yaitu Kloramfenikol dengan dosis tinggi 100 mg l kg BB / hari ( maksimum 2 gr / hari ) diberikan 4 kali sehari peroral atau intravena.
e) Bi1a terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. ( Ngastiyah, 1997 :158 - 159 ).
2. Keperawatan
Penyakit demam tifoid adalah penyakit yang menular melalui feses dan urin dan disebarkan oleh lalat, karena itu pasien harus dirawat dalam kamar yang terisolasi, dilengkapi peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular tersebut, seperti : desinfektan dan yang merawat pasien agar memakai celemek. Masalah yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan cairan dan nutrisi, serta elektrolit, suhu tubuh, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi komplikasi dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit. (Nursalam, 2005 : 159)
Menurut Suriadi (2006) Penatalaksanaan medis yang lain :
- Isolasi, disenfeksi pakaian dan ekskreta
- Tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan berjalan.
- Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein, tidak boleh mengandung serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
- Obat terpilih adalah kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis selama 10 hari. Dosis maksimal kloramfenikol 2g/hari.

g. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan uji serologis : dengan tes widal yang mengukur antoibodi aglutinasi terhadap antigen O dan H.
2. Pemeriksaan isolasi kuman : Dilakukan biakan dari berbagai macam tempat tubuh (Soegijanto, Soegeng. 2002 : 27 – 29)

Menurut Suriadi ( 2006 ). Pemeriksaan penunjang pada demam tifoid adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan sumsum tulang - menunjukkan gambaran hiperaktif Sumsum tulang.
2. Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhi pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut - turut tidak didapatkan basil salmonella typhi pada urin dan tinja, maka klien dinyatakan betul - betul sembuh.
3. Pemeriksaan widal didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah satu per dua ratus atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetah tinggi setelah dilakukan imunisasi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kasus Demam Tifoid
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. (Nursalam, 2001 : 17).
Pengkajian pada kasus demam tifoid adalah sebagai berikut :
a. Identitas klien
Umur, jenis kelamin, usia, tempat tinggal. Menurut sumber, penyakit demam tifoid yang sering terjadi pada pasien anak adalah berusia di atas satu tahun. ( Ngastiyah, 1997 : 155)
b. Keluhan Utama
Demam ± 7 hari, tidak nafsu makan, mual dan muntah serta perasaan tidak enak di perut. ( Mansjoer, Arif 2001; 422 ).
c. Riwayat kesehatan sekarang,
Demam yang berlangsung lebih kurang tujuh hari pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. ( Nursalam, 2005 : 154)
d. Riwayat kesehatan keluarga
Menanyakan penyakit yang pernah diderita oleh keluarga pasien selain penyakit demam tifoid
e. Riwayat kesehatan dahulu
Menanyakan pada keluarga pasien mengenai penyakit yang diderita sekarang pernah dialami atau tidak.
f. Riwayat anak
1) Masa Prenatal
Masa janin, dimana ibu memeriksakan kehamilannya, berapa kali memeriksakan kehamilan pada trimester I, II, dan ke III serta dimana tempat memeriksakan kehamilannya, apakah dipuskesmas, bidan, atau dokter.
2) Masa Intra - Natal
Dimana tempat pada saat ibu melahirkan, apakah ditolong oleh bidan atau dokter rumah sakit, Apakah melahirkan dalam keadaan normal.
3) Masa Post - Natal
Masa setelah melahirkan, berapa berat badan lahir hayi , Berapa panjang badan bayi, apakah lahir dalam keadaan cacat atau tidak.
g. Riwayat Imunisasi
Perawat menanyakan kepada orang tua pasien apakah pemberian imunisasinya lengkap atau tidak, kalau belum lengkap imunisasi apa saja yang belum diberikan dan imunisasi apa yang sudah diberikan.
h Riwayat Tumbuh Kembang
Pada pasien anak dengan demam tifoid akan terhambat pertumbuhannya pada tinggi dan berat badan karena pasien mengalami anoreksia, lidah kotor, mual dan muntah, serta meteorismus. Sehingga nutrisi tidak bisa masuk secara adekuat kedalam tubuhnya. Masalah perkembangan yang dialami mengakibatkan menurunnya kemampuan yang dimiliki. Seperti terbatasnya rentang gerak, genggaman tangan yang kurang kuat, refleksnya menurun, ADLnya dibantu oleh orang tua, tidak dapat mempertahankan keseimbangan berjalan dan aktivitas bersosialisasi serta interaksinya seperti bermain dan belajar terhambat. Hal tersebut berhubungan dengan bakteri Salmonella Typosa yang berkembang biak didalam tubuh melalui aliran darah sistemik
i. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus demam tifoid menurut pola Gordon.
1. Pola persepsi kesehatan
Menggambarkan persepsi pasien dan penanganan kesehatan dan kesejahteraan.
DS : Alasan masuk rumah sakit, riwayat medik dan sosial, harapan pemberi perawatan kesehatan, pengobatan saat ini yang tidak berhubungan dengan diagnosa saat masuk rumah sakit, persepsi klien tentang status kesehatan dan kesejahteraan
DO : Pengamatan umum, hitung sel darah putih, kemampuan menyusun tujuan : pengetahuan tentang praktik kesehatan, hygiene, dan umur.
Menurut Nursalam, (2005):
DS : Pasien / Orang tua pasien pada umumnya mengatakan suhu tubuh anaknya meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari
DO: Anak tampak lemah dan berbaring dengan tenang ataupun gelisah.


2. Pola nutrisi metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit , kondisi kulit, rambut dan kuku.
DS : Masukan lemak / masukan natrium, nafsu makan, masalah dengan makan, menelan dan pencernaan, mual, perawatan rutin, pengamatan terhadap rambut, kulit, kuku dan mulut. Makanan yang alergi, perubahan berat badan, makanan kesukaan.
DO : Diet yang dianjurkan, kemampuan menelan, muntah, masukan dan keluaran.
Menurut Suriadi, dkk ( 2006)
DS : Pasien / orang tua pasien pada umumnya mengatakan bahwa anaknya tidak mau makan perasaan tidak enak diperut, mual dan muntah.
DO : Anak tidak mau makan dan selalu memuntahkannya.
3. Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi usus, kandung kemih dan kulit.
DS : Frekuensi, nokturia, karakteristik keluaran urin yang biasa, masalah berkemih, pola masukan cairan, infeksi Saluran kencing, frekuensi dan karakteristik feses yang biasa, masalah dengan konstipasi / diare.
DO : Jumlah urin, warna, bau, berat jenis, jumlah feses, warna dan
konsistensi. Kandung kemih teraba masukan dan keluaran, abdomen lemas, distensi, nyeri tekan, bising usus.
Menurut Nursalam, ( 2005 ) :
DS : Pasien / orang tua pasien pada umumnya mengatakan bahwa anaknya tidak bisa berak ( konstipasi ) tetapi mungkin normal bahkan juga terjadi diare.
DO : Anak tampak diare / konstipasi
4. Pola aktivitas
Menggarnbarkan pola latihan dan aktivitas fungsi pernapasan dan sirkulasi.
DS : Napas pendek saat latihan, riwayat asma, pola latihan yang biasa dilakukan, aktivitas diwaktu luang, aktivitas sejak sakit keterbatasan aktivitas sehari - hari, kecukupan energi untuk melakukan aktivitas.
DO : Frekuensi, kedalaman, dan irama pernapasan, bunyi nafas, rentang gerak, kekuatan, postur, genggaman tangan, refleks, masalah berjalan, kemampuan melakukan aktivitas sehari - hari, makan, mandi, buang air, keseimbangan berjalan.
Menurut Suriadi, dkk ( 2006).
DS : Pasien / orang tua pasien pada umumnya mengatakan bahwa aktivitasnya selalu dibantu orang lain berhubungan dengan keadaan lemah dan lesu.

DO : Aktivitas paien selalu dibantu orang lain.
5. Pola tidur - istirahat
Menggambarkan pola tidur istirahat dan persepsi tentang tingkat energi.
DS : Kebiasaan lama tidur, istirahat untuk aktivitas sehari -hari, keluhan mengantuk, mengeluh letih, tidur rutin.
DO : Waktu tidur / tidur siang yang diamati sering menguap lingkaran gelap di bawah mata, ptosis kelopak mata, rentang perhatian.
Menurut Nursalam (2005)
DS : Pasien / orang tua pasien pada umumnya mengatakan suhu tuhuh anaknya meningkat sehingga tidur dan istirahatnva terganggu.
DO : Anak tampak selalu menguap.
6. Pola kognitif- perseptual
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan, penghidu, tingkat persepsi nyeri, bahasa memori dan pengambil keputusan.
DS : Masalah sensori dan perseptual ; pendengaran, penglihatan, peraba, penghidu, dan pcngecapan, tingkat pendidikan, pcrsepsi nyeri dan penanganan nyeri, pemakaian alat bantu dengar atau kacamata, kehilangan bagian tubuh atau fungsinya.
DO : Kemampuan melihat, mendengar, menghidu, merasakan, tingkat kesadaran, aktivitas kejang, kemampuan untuk mengikuti, kemampuan mengambil keputusan, memperlihatkan kesadaran bagian - bagian tubuh yang akurat.
Menurut Nursalam (2005)
DS : Pasien / orang tua pasien pada umumnya mengatakan indera pengecapannya terganggu sehingga tidak mau makan.
DO : Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan.
7. Pola persepsi diri / konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan.
DS : Sikap tentang diri, dampak sakit terhadap diri, keinginan untuk mengubah diri, gugup atau relaks, merasa tak berdaya.
DO : Postur tubuh, kontak mata, ekspresi wajah, isyarat - isyarat non verbal perubahan harga diri, ekspresi wajah.
8. Pola peran huhungan
Menggambarkan keefektifan peran dan hubungan dengan orang tua, saudara dan teman-temannya di rumah.
DS : Keefektifan hubungan dengan orarng tua, efek perubahan peran terhadap hubungan kepada saudara dan tema-temannya di rumah.
DO : Interaksi yang diamati, tingkah laku yang pasif / agresif terhadap orang lain
9. Pola seksualitas reproduksi
Menggambarkan rnasalah yang berhubungan dengan seksualitas.
DS : Dampak sakit terhadap seksualitas, pemeriksaan payudara pruritus, riwayat penyakit lainnya.
DO: Pemerikasaan payudara, pemeriksaan testis, pemeriksaan genetalia, lest, drainase.
10. Pola koping - toleransi stress
Menggarnbarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan sistem pendukung dari orang tua.
DS : Stressor pada tahun lalu, metode koping yang biasa digunakan, penggunaan obat resep dokter dan obat ilegal untuk mengatasi stress, sistem pendukung, efek penyakit terhadap tingkat stress.
DO : Interaksi dengan orang tua, pergerakan kinetik, menangis, bersuara, ekspresi, tidak ada kontak mata, berjalan bolak balik.
11. Pola nilai - kcpcrcayaan
Menggambarkan sistem spritual, nalar dan kepercayaan.
DS : Agama, sprituralitas, kegiatan keagamaan dan budaya.
DO: Mencari bantuan spiritual, bukti melaksanakan nilai dan
k epercayaan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan risiko tinggi (Doengoes, Marilynn. E, 1999: 8),
Diagnosa keperawatan yang timbul menurut Suriadi dan Yuliani ( 2000) adalah sebagai herikut :
a. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung.
c. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
d. Defisit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit.
Sedangkan menurut Ngastiyah ( 1997 ) diagnosa yang sering muncul sebagai berikut :
a. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme sekunder terhadap rangsangan sintesis dan pelepasan zat pirogen,
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang kurang.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hipertermi.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan cairan.
f. Defisit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit.
g. Cemas berhubungan dengan orang tua, lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stress.
Dari kesimpulan di atas bahwa diagnosa yang dapat diangkat pada penyakit demam tifoid :
a. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan kembung.
c. Hipertermi herhubungan dengan proses infeksi,
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hipertermi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
f: Defisit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit.
g. Cemas berhubungan dengan orang tua, lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stress. g. Cemas berhubungan dengan orang tua, lingkungan tidak dikenal, prosedur yang menimbulkan stress.



3. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu dokumen tulisan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi, perencanaan meliputi pengembangan strategi, desain untuk mencegah mengurangi atau mengoreksi masalah - masalah yang diidentifikasi pada diagnosa. ( Nursalam, 2001 :5 ).
Perencanaan yang dilaksanakan pada kasus demam tifoid ini diambil dari buku Rencana Asuhan Keperawatan (Doengoes, Marilynn. E, 1999) terdiri dari :
a. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan dan meningkatnya suhu tubuh.
Tujuan : Mempertahankan atau menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine adekuat, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik
Dengan kriteria : Tidak menunjukkan tanda - tanda dehidrasi, pemasukan dan pengeluaran cairan seimbang.







Intervensi Rasional
1)



2)



3)


4)



5)
Anjurkan untuk sering minum
air.

Berikan perawalan mulut
sering.


Pantau tanda-tanda vital.


Pertahankan masukan dan
keluaran cairan.


Kolaborasi dengan tim medis
pemberian cairan IV. 1)



2)



3)


4)



5) Meminimalkan kehilangan
cairan dan menurunkan suhu tubuh.

Dehidrasi mengakibatkan
bibir kering dan pecah-
pecah.

Mengetahui perkembangan
klien.

Memberikan informasi ~
tentang kebutuhan cairan ~
tubuh.

Memberikan cairan untuk
mementthi kebutuhan.

b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu.
Dengan kriteria : Nafsu makan bertambah, berat badan tidak menurun 1agi, pasien lidak merasa mual dan muntah lagi


1.



2.


3.



4.



5.


Intervensi

Anjurkan pada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi sedikit tapi sering

Timbang berat badan setiap hari


Pertahanjan kebersihan mulut



Anjurkan istirahat sebelum makan


Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit

1.



2.


3.



4.



5. Rasional

Porsi kecil tapi sering mencegah rangsangan muntah

Memberikan informasi kebutuhan diet

Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan


Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan

Intake nutrisi yang adekuat mempercepat proses penyembuhan

c. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan endotoksin oleh kuman salmonella thyposa
Tujuan : Suhu tubuh kembali dalam batas normal
Demikian kriteria : Badan pasien tidak panas lagi, suhu tubuh normal 36 – 37 C


1.


2.



3.


4.


5.


Intervensi

Kaji penyebab demam


Obervasi tanda-tanda vital terutama suhu


Beri kompres hangat atau air biasa

Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat

Kolaborasi pemberian obat anti piretik

1.


2.



3.


4.


5. Rasional

Mempermudah tindakan selanjutnya

Mengetahui tingkat perkembangan klien


Pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi

Mencegah terjadinya peningkatan suhu tubuh

Untuk mempercepat proses penyembuhan dan menurunkan suhu tubuh

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hipertermi
Tujuan : Dapat beristirahat yang cukup dan mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dan menurunkan suhu tubuh kembali dalarn batas.
Dengan kriteria : Pasien bisa tidur dengan tenang, suhu tubuh dalam batas normal



1.


2.



3.


4.


5.


Intervensi

Tentukan kebiasaan tidur dan perubahan yang terjadi

Berikan suasana yang tenang dan nyaman


Dukung kelanjutan kebiasaan sebelum tidur

Kurangi kebisingan di ruangan


Berikan tingkat regimen kenyamanan waktu tidur (minum susu hangat)

1.


2.



3.


4.


5. Rasional

Mengidentifikasi intervensi yang tepat

Suasana tenag memberikan kenyamanan dan rasa nyaman

Meningkatkan relaksasi dan kesiapan tidur

Memberikan situasi kondusif untuk tidur

Meningkatkan efek relaksasi dan membantu pasien tidur lebih lama

e. Intoleransi aktivitas berhubungan kelemahan fisik
Tujuan. : Menunjukkan perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas.
Dengan kriteria : Pasien tidak merasa lemah, pasien sudah dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan orang lain.


1.




2.



3.



4.

Intervensi

Tingkatkan tirah baring /duduk, berikan lingkungan tenang



Ubah posisi dengan sering



Pertahankan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat


Hindari aktivitas yang berlebihan

1.




2.



3.



4.

Rasional

Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan

Perubahan posisi dapat membantu menghilangkan kekakuan otot

Memperbaiki pertahanan tubuh dan meningkatkan proses penyembuhan

Untuk mempercepat proses penyembuhan

f. Defisit pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan.
Dengan kriteria : Orang tua pasien mengerti setelah diberikan penjelasan tentang proses penyakit.




1.





2.





3.


4.


Intervensi

Kaji kesiapan orang tua mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anaknya


Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan aktivitas

Jelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan

Berikan penjelasan tentang pentingnya hidup bersih dan lingkungan yang bersih

1.





2.





3.


4.


Rasional

Efektifitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya

Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi orang tua tentang proses perawatan anak

Meningkan pemahaman dan partisipasi keluarga

Lingkungan yang bersih dapat mengurangi timbulnya penyakit

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2001 : 63)
Pelaksanaan dilakukan sesuai dengan intervensi yang diharapkan demi tercapainya keberhasilan dalam asuhan keperawatan dengan basil yang memuaskan baik bagi pasien, keluarga, perawat atau dokter.
Pelaksanaan pada pasien dengan demam tifoid menurut Ngastiyah (1997)
1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian.

2. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu tubuh normal kembali.
3. Diet, makanan harus mengandung cairan, kalori dan tinggi protein, tidak mengandung banyak serat dan tidak menimbulkan banyak gas.
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasii dicapai (Nursalam, 2001:71). Evaluasi yang dapat diambil dari proses keperawatan adalah sehagai berikut :
a. Suhu tubuh pasien kembali dalam batas normal.
Dengan kriteria : l. Badan pasien tidak panas lagi.
2. Suhu tubuh normal 36 -37 C.
b. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Dengan kriteria : 1. Nafsu makan pasien bertambah.
2. Pasien tidak merasa mual dan tidak muntah lagi.
3. Berat badan tidak menurun lagi.
c. Pola tidur dapat terpenuhi
Dengan kriteria : 1. Pasien bisa tidur dengan tenang
2. Suhu tubuh dalam batas normal
d. Klien dapat beraktivitas seperti biasa
Dengan kriteria : 1. Pasien tidak merasa lemah lagi
2. Pasien sudah dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan orang lain

e. Resiko kekurangan volume cairan dapat teratasi
Dengan kriteria : 1. Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi
2. Pemasukan dan pengeluaran cairan seimbang
f. Defisit pengetahuan orang tua terhadap anaknya dapat terpenuhi
Dengan kriteria : 1. Orang tua pasien mengerti setelah diberikan penjelasan tentang proses penyakit

6. Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian integral proses bukan sesuatu yang berbeda dari metode problem solving. Dokumen proses keperawatan mencakup kajian identifikasi masalah, perencanaan dan tindakan. Perawat kemudian mengobservasi dan mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan yang diberikan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada tenaga kesehatan lainnya (Nursalam, 2001 : 79 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar